Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen‑komponen
yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, tiang penyangga itu ada tiga
macam yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
1.
Ontologi
Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu On
berarti being, dan Logos berarti logic. Jadi ontologi adalah the theory of
being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). Sedangkan
menurut Amsal Bakhtiar, ontologi berasal dari kata ontos yang berarti sesuatu
yang berwujud. Ontologi adalah teori atau ilmu
tentang wujud, tentang hakikat yang ada. Ontologi tidak banyak berdasarkan pada
alam nyata tetapi berdasarkan pada logika semata.
Noeng Muhadjir
mengatakan bahwa ontologi membahas tentang yang ada, yang tidak terkait oleh
satu perwujudan tertentu. Sedangkan jujun mengatakan bahwa ontologi membahas
apa yang kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu atau dengan kata lain
suatu pengkajian mengenai teori tentang yang ada. Sidi Gazalba mengatakan bahwa
ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu
ontologi disebut ilmu hakikat, hakikat yang bergantung pada pengetahuan. Dalam
agama ontologi memikirkan tentang tuhan.
Jadi dapat
disimpulakan bahwa ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada
yang merupakan kebenaran dan kenyataan baik yang berbentuk jasmani atau konkret
maupun rohani atau abstrak.
Ontologi pertama kali
diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. untuk menamai teori
tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam perkembangannya
Christian Wolff (1679-1754 M) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika
umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksud sebagai istilah lain dari
ontologi. Dengan demikian, metafisika umum adalah cabang filsafat yang
membicarakann prinsip yang paling dasar atau dalam dari segala sesuatu yang
ada. Sedangkan metafisika khusus dibagi menjadi tiga yaitu kosmologi
(membicarakan tentang alam semesta), psikologi (membicarakan tentang jiwa
manusia), dan teologi (membicarakan tentang Tuhan).
2.
Epistemologi
Epistemologi atau teori pengetahuan ialah cabang
filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan,
pengendalian-pengendalian, dan dasar-dasarnya serta pengertian mengenai
pengetahuan yang dimiliki, mula-mula manusia percaya bahwa dengan kekuatan
pengenalanya ia dapat mencapai realitas sebagaimana adanya. Mereka
mengandalikan begitu saja bahwa pengetahuan mengenai kodrat itu mungkin,
meskipun beberapa di antara mereka menyarankan bahwa pengetahuan mengenai
struktur kenyataan dapat lebih dimunculkan dari sumber-sumber tertentu
ketimbang sumber-sumber lainya. Pengertian yang diperoleh oleh manusia melalui
akal, indra, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan,
di antaranya adalah:
a)
Metode Induktif
Induktif yaitu suatu metode yang menyimpulkan
pernyataan-pernyataan hasil observasi yang disimpulkan dalam suatu pernyataan
yang lebih umum.
b)
Metode Deduktif
Deduktif ialah suatu metode yang menyimpulkan bahwa
data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang
runtut.hal yang harus ada dalam metode deduktif adalah adanya perbandingan
logis antara kesimpulan itu sendiri.penyelidikan bentuk logis itu bertujuan
apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah.
c)
Metode Positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh Agus Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal
dari apa yang telah diketahui, faktual dan positif. Ia menyampaikan segala
uraian atau persoalan di luar yang ada sebagai fakta.apa yang diketahui secara
positif adalah segala yang tampak dari segala gejala. Dengan demikian metode
ini dalam bidang filsafat dan ilmu dibatasi kepada bidang gejala saja.
d)
Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk
memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun berbeda-beda yang
harusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut intuisi.
e)
Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk
mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Plato
mengartikannya sebagai diskusi logika. Kini dialektika berarti tahapan logika
yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga menganalisis
sistematik tentang ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
3.
Aksiologi
Aksiologi berasal
dari bahasa Yunani yaitu axios yang berarti nilai dan logos yang
berarti teori. Jadi aksiologi adalah “teori tentang nilai“. Menurut Bramel,
aksiologi terbagi dalam tiga bagian yaitu moral conduct (tindakan moral),
esthetic expression (ekspresi keindahan), dan sosio-political life (kehidupan
sosial politik). Sedangkan menurut Jujun S. Suriansumantri dalam bukunya
Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa
aksiologi disamakan dengan Value and Valuation. Ada tiga bentuk Value and
Valuation yaitu nilai yang digunakan sebagai kata benda abstrak, nilai sebagai
benda konkret, dan nilai digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai,
member nilai dan dinilai.
Dari definisi di atas
terlihat jelas bahwa aksiologi menjelaskan tentang nilai. Nilai yang dimaksud
disini adalah sesuatu yang dimiliki oleh manusia untuk melakukan berbagai
pertimbangan tentang apa yang dinilai. Nilai dalam filsafat mengacu pada
permasalahan etika dan estetika.
Makna “etika“ dipakai
dalam dua bentuk arti yaitu suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian
terhadap perbuatan manusia, dan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan
hal, perbuatan manusia. Maka akan lebih tepat kalau dikatakan bahwa objek
formal dari sebuah etika adalah norma kesusilaan manusia, dan dapat dikatakan
pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan
tidak baik dalam suatu kondisi. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai
tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan
fenomena di sekelilingnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar