1.
Zaman Yunani Kuno
Periode
filsafat Yunani merupakan periode terpenting dalam sejarah peradaban manusia.
Hal ini disebabkan karena pada saat itu terjadi perubahan pola pikir
mitosentris yaitu pola pikir yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan
fenomena alam. Pada saat itu, gempa bumi bukanlah suatu fenomena biasa
melainkan suatu fenomena di mana Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya.
Pada periode ini muncullah filosof pertama yang mengkaji tentang asal usul alam yaitu Thales (624-546 SM). Pada masa itu, Ia mengatakan bahwa asal alam adalah air karena unsur terpenting bagi setiap makhluk hidup adalah air. Air dapat berubah menjadi gas seperti uap dan benda padat seperti es, dan bumi ini juga berada di atas air. Sedangkan Heraklitos berpendapat bahwa segala yang ada selalu berubah dan sedang menjadi. Ia mempercayai bahwa arche (asas yang pertama dari alam semesta) adalah api. Api dianggapnya sebagai lambang perubahan dan kesatuan. Api mempunyai sifat memusnahkan segala yang ada dan mengubah sesuatu tersebut menjadi abu atau asap. Sehingga Heracllitos menyimpulkan bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini adalah bukan bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya, yaitu api. Api adalah unsur yang paling asasi dalam alam karena api dapat mengeraskan adonan roti dan di sisi lain dapat melunakkan es. Artinya, api adalah aktor pengubah dalam alam ini, sehingga api pantas dianggap sebagai simbol perubahan itu sendiri.
Pada periode ini muncullah filosof pertama yang mengkaji tentang asal usul alam yaitu Thales (624-546 SM). Pada masa itu, Ia mengatakan bahwa asal alam adalah air karena unsur terpenting bagi setiap makhluk hidup adalah air. Air dapat berubah menjadi gas seperti uap dan benda padat seperti es, dan bumi ini juga berada di atas air. Sedangkan Heraklitos berpendapat bahwa segala yang ada selalu berubah dan sedang menjadi. Ia mempercayai bahwa arche (asas yang pertama dari alam semesta) adalah api. Api dianggapnya sebagai lambang perubahan dan kesatuan. Api mempunyai sifat memusnahkan segala yang ada dan mengubah sesuatu tersebut menjadi abu atau asap. Sehingga Heracllitos menyimpulkan bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini adalah bukan bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya, yaitu api. Api adalah unsur yang paling asasi dalam alam karena api dapat mengeraskan adonan roti dan di sisi lain dapat melunakkan es. Artinya, api adalah aktor pengubah dalam alam ini, sehingga api pantas dianggap sebagai simbol perubahan itu sendiri.
Selain
Heraclitos ada pula permenides. Permenides lahir di kota Elea. Ia merupakan
ahli filsuf yang pertama kali memikirkan tentang hakikat tentang ada. Menurut
pendapat Permenides apa ang disebut sebagai realitas adalah bukan gerak dan
perubahan. Yang ada itu ada, yang ada dapat hilang menjadi ada, yang tidak ada
adalah tidak ada sehingga tidak dapat dipikirkan. Yang dapat dipikirkan
hanyalah yang ada saja, yang tidak ada tidak dapat dipikirkan. Dengan demikian,
yang ada itu satu, umum, tetap, dan tidak dapat di bagi-bagi karena membagi
yang ada akan menimbulkan atau melahirkan banyak yang ada, dan itu tidak
mungkin.
Zaman
keemasan atau puncak dari filsafat Yunani Kuno atau Klasik, dicapai pada masa
Sokrates (± 470 – 400 SM), Plato (428-348 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Sokrates
merupakan anak dari seorang pemahat Sophroniscos, ibunya bernama
Phairmarete yang bekerja sebagai seorang bidan. Istrinya bernama Xantipe yang
terkenal galak dan keras.
Socrates
adalah seorang guru. Setiap kali socrates mengajarkan pengetahuannya, Socrates
tidak pernah memungut bayaran kepada murid-muridnya. Oleh karena itulah, kaum
sofis menuduh dirinya memberikan ajaran baru yang merusak moral dan menentang
kepercayaan negara kepada para pemuda. Kemudian ia ditangkap dan dihukum mati
dengan minum racun pada umur 70 tahun yakni pada tahun 399 SM. Pemikiran
filsafatnya untuk menyelidiki manusia secara keseluruhan yaitu dengan
menghargai nilai-nilai jasmaniah dan rohaniah yang keduanya tidak dapat
dipisahkan karena dengan keterkaitan kedua hal tersebut banyak nilai yang
dihasilkan.
Plato
lahir di Athena, dengan nama asli Aristocles. Ia belajar filsafat dari
Socrates, Pythagoras, Heracleitos, dan elia. Sebagai titik tolak pemikiran
filsafatnya, ia mencoba menyelesaikan permasalahan lama yakni mana yang
benar yang berubah-ubah (Heracleitos) atau yang tetap (Parmenidas). Pengetahuan
yang diperoleh lewat indera disebutnya sebagai pengetahuan indera dan
pengetahuan yang diperoleh lewat akal disebutnya sebagai pengetahuan akal.
Plato menerangkan bahwa manusia itu sesungguhnya berada dalam dua dunia yaitu
dunia pengalaman yang bersifat tidak tetap dan dunia ide yang bersifat tetap.
Dunia yang sesungguhnya atau dunia realitas adalah dunia ide.
Menurut
Plato ada beberapa masalah bagi manusia yang tidak pantas jika manusia tidak
mengetahuinya, masalah tersebut adalah:
a.
Manusia itu mempunyai Tuhan sebagai penciptanya.
b.
Tuhan itu mengetahui segala sesuatu yang diperbuat manusia.
c.
Tuhan hanya dapat diketahui dengan cara negatif, tidak ada ayat, tidak
ada anak dan lain-lain.
d.
Tuhanlah yang menjadikan alam ini dari tidak mempunyai peraturan
menjadi mempunyai peraturan.
Sebagai
puncak pemikiran filsafatnya adalah pemikiran tentang negara, yang tertera
dalam polites dan Nomoi. Konsepnya mengenai etika sama seperti Socrates yakni
tujuan hidup manusia adalah hidup yang baik (eudaimonia atau well being).
Menurut Plato di dalam negara yang ideal terdapat tiga golongan, antara lain:
a. Golongan yang tertinggi (para penjaga dan para filsuf).
a. Golongan yang tertinggi (para penjaga dan para filsuf).
b. Golongan
pembantu (prajurit yang bertugas untuk menjaga keamanan negara).
c. Golongan
rakyat biasa (petani, pedagang, dan tukang).
Plato
mengemukakan bahwa tugas seorang negarawan adalah mencipta keselarasan semua
keahlian dalam negara (polis) sehingga mewujudkan keseluruhan yang harmonis.
Apabila suatu negara telah mempunyai undang-undang dasar maka bentuk
pemerintahan yang tepat adalah monarki. Sementara itu, apabila suatu negara
belum mempunyai undang-undang dasar, bentuk pemerintahan yang paling tepat
adalah demokrasi.
Filsafat
Plato dikenal sebagai idealisme dalam hal ajarannya bahwa kenyataan itu tidak
lain adalah proyeksi atau bayang-bayang/ bayangan dari suatu dunia “ide” yang
abadi belaka dan oleh karena itu yang ada nyata adalah “ide” itu sendiri.
Karya-Karya lainnya dari Plato sangat dalam dan luas meliputi logika,
epistemologi, antropologi (metafisika), teologi, etika, estetika, politik,
ontologi dan filsafat alam.
Sedangkan Aristoteles sebagai murid Plato, dalam banyak hal sering tidak setuju/berlawanan dengan apa yang diperoleh dari gurunya (Plato). Aristoteles lahir di Stageira, Yunani Utara pada tahun 384 SM. Bagi Aristoteles “ide” bukanlah terletak dalam dunia “abadi” sebagaimana yang dikemukakan oleh Plato, tetapi justru terletak pada kenyataan atau benda-benda itu sendiri. Setiap benda mempunyai dua unsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi (“hylé”) dan bentuk (“morfé”). Lebih jauh bahkan dikatakan bahwa “ide” tidak dapat dilepaskan atau dikatakan tanpa materi, sedangkan presentasi materi mestilah dengan bentuk. Dengan demikian maka bentuk-bentuk “bertindak” di dalam materi, artinya bentuk memberikan kenyataan kepada materi dan sekaligus adalah tujuan (finalis) dari materi. Karya-karya Aristoteles meliputi logika, etika, politik, metafisika, psikologi, ilmu alam, Retorica dan poetika, politik dan ekonomi. Pemikiran-pemikirannya yang sistematis tersebut banyak menyumbang kepada perkembangan ilmu pengetahuan. Berikut ini beberapa pemikiran Aristoteles yang terdiri dari:
Sedangkan Aristoteles sebagai murid Plato, dalam banyak hal sering tidak setuju/berlawanan dengan apa yang diperoleh dari gurunya (Plato). Aristoteles lahir di Stageira, Yunani Utara pada tahun 384 SM. Bagi Aristoteles “ide” bukanlah terletak dalam dunia “abadi” sebagaimana yang dikemukakan oleh Plato, tetapi justru terletak pada kenyataan atau benda-benda itu sendiri. Setiap benda mempunyai dua unsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi (“hylé”) dan bentuk (“morfé”). Lebih jauh bahkan dikatakan bahwa “ide” tidak dapat dilepaskan atau dikatakan tanpa materi, sedangkan presentasi materi mestilah dengan bentuk. Dengan demikian maka bentuk-bentuk “bertindak” di dalam materi, artinya bentuk memberikan kenyataan kepada materi dan sekaligus adalah tujuan (finalis) dari materi. Karya-karya Aristoteles meliputi logika, etika, politik, metafisika, psikologi, ilmu alam, Retorica dan poetika, politik dan ekonomi. Pemikiran-pemikirannya yang sistematis tersebut banyak menyumbang kepada perkembangan ilmu pengetahuan. Berikut ini beberapa pemikiran Aristoteles yang terdiri dari:
a.
Ajarannya tentang logika
Suatu pengertian memuat dua
golongan, yaitu substansi dan aksidensia. Dan dari dua golongan tersebut
terurai menjadi sepuluh macam kategori, yaitu :
1) Substansi
(manusia, binatang).
2) Kuantitas
(dua, tiga).
3) Kualitas
(merah, baik).
4) Relasi
(rangkap, separuh).
5) Tempat (di
rumah, di pasar).
6) Waktu
(sekarang, besok).
7) Keadaan
(duduk, berjalan).
8) Mempunyai
(berpakaian, bersuami).
9) Berbuat (membaca,
menulis).
10) Menderita (terpotong, tergilas).
Sampai sekarang, Aristoteles
dianggap sebagai Bapak logika tradisional.
b. Ajaranya tentang sillogisme.
c. Ajarannya tentang pengelompokkan ilmu
pengetahuan. Aritoteles mengelompokkan ilmu pengetahuan menjadi tiga golongan.
d. Ajarannya tentang potensia
dan dinamika. Hule adalah suatu unsur yang menjadi permacaman. Sementara itu,
morfe adalah unsur yang menjadi dasar kesatuan.
e. Ajarannya tentang
pengenalan.
f. Ajarannya tentang
etika.
g. Ajarannya tentang negara.
2.
Jaman Kegelapan (Abad 12-13 M)
Jaman ini dikenal sebagai Abad Pertengahan. Filsafat
pada jaman ini dikuasai oleh pemikiran keagamaan yaitu Kristiani. Puncak dari
filsafat Kristiani adalah Patristik (Lt. “Patres”/Bapa-bapa Gereja) dan
Skolastik Patristik. Skolastik Patristik dibagi menjadi dua yaitu Patristik
Yunani (Patristik Timur) dan Patristik Latin (Patristik Barat). Tokoh-tokoh
Patristik Yunani antara lain Clemens dari Alexandria (150-215), Origenes
(185-254). Gregorius dari Naziane (330-390), Basilius (330-379). Tokoh-tokoh
dari Patristik Latin antara lain Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397),
Hieronymus (347-420) dan Augustinus (354-430). Ajaran dari para Bapa Gereja ini
adalah falsafi-teologis. Ajaran ini ingin memperlihatkan bahwa iman sesuai
dengan pikiran-pikiran paling dalam dari manusia. Ajaran-ajaran ini banyak
pengaruh dari plotinos.
Pada jaman Skolastik pengaruh Ploinus diambil alaih
oleh Aristoteles. Pada masa ini, pemikiran-pemikiran Aristoteles kembali
dikenal dalam karya beberapa filsuf Yahudi maupun Islam yaitu melalui Avicena
Ibn. Sina, 980-1037), Averroes (Ibn. Rushd, 1126-1198) dan Maimonides
(1135-1204). Pengaruh Aristoteles sangatlah besar sehingga ia disebut sebagai
“Sang Filsuf” sedangkan Averroes yang banyak membahas karya Aristoteles
dijuluki sebagai “Sang Komentator”. Pertemuan pemikiran Aristoteles dengan iman
Kristiani menghasilkan filsuf penting sebagian ordo Dominikan dan Fransiskan.
3.
Jaman Pencerahan (Abad 14-15 M)
Pada
Abad Petengahan ini muncullah seorang astronom berkebangsaan Polandia. Astronom
tersebut bernama N. Copernicus. Pada saat itu, N. Copernicus mengemukakan
temuannya bahwa pusat peredaran benda-benda angkasa adalah matahari
(Heleosentrisme). Namun temuan N. Copernicus ini tidak disambut baik oleh otoritas
Gereja sebab mereka menganggap bahwa teori yang dikemukakan oleh N. Copernicus
bertentangan dengan teori geosentrisme (Bumi sebagai pusat peredaran
benda-benda angkasa) yang dikemukakan oleh Ptolomeus. Oleh karena itulah, N.
Copernicus dihukum kurungan seumur hidup oleh otoritas Gereja.
Galilieo
Galilei adalah seorang penemu terbesar di bidang ilmu pengetahuan. Ia mnemukan
bahwa sebuah peluru yang ditembakkan membuat suatu gerak parabola, bukan gerak
horisontal yang kemudian berubah menjadi gerak vertikal. Ia menerima pandangan
bahwa matahari adalah pusat jagad raya. Dengan telekospnya, ia mengamati jagad
raya dan menemukan bahwa bintang Bimasakti terdiri dari bintang-bintang yang
banyak sekali jumlahnya dan masing-masing berdiri sendiri. Karena pandangannya
yang bertentangan dengan tokoh Gereja akhirnya di hukum mati.
4.
Jaman Awal Modern (Abad 16 M)
Pada
masa ini Kristen yang berkuasa dan menjadi sumber otoritas kebenaran mengalami
kehancuran, dan juga awal abad kemunduran bagi umat Islam. Pada masa ini
muncullah berbagai pemikiran Yunani antara lain rasionalisme, empirisrme, dan
kritisme. Selain itu, masa ini juga memunculkan seorang intelektual yang
bernama Gerard Van Cromona yang menyalin buku Ibnu Sina, “The canon of
medicine”. Fransiscan Roger Bacon, yang menganut aliran pemikiran empirisme dan
realisme berusaha menentang berbagai kebijakan gereja dan penguasa saat
itu. Dalam hal ini Galileo dan Copernicus juga mengalami penindasan dari
penguasa. Masa ini juga menyebabkan perpecahan dalam agama Kristen, yaitu
Kristen Katolik dan Protestan. Pada masa ini, para filsuf jaman modern
menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama,
tidak juga dari penguasa, tetapi dari diri mereka sendiri. Kemudian, terjadilah
perbedaan pendapat dalam memahami aspek tersebut. Aliran rasionalisme
beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio yakni kebenaran pasti berasal
dari (akal). Berbeda dengan aliran rasionalisme, aliran empirisme meyakini
bahwa pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang
inderawi. Kemudian, muncullah aliran kritisisme yang mencoba untuk memadukan
kedua pendapat tersebut. Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes
(1596-1650 M). Dalam buku Discouse de la Methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya
ada metode yang jitu sebagai dasar yang kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu
dengan menyangsikan segalanya secara metodis. Pelopr kaum rasionalis disebut
Descartes. Kaum rasionalis ini percaya bahwa dasar semua pengetahuan ada dalam
pikiran.
Sedangkan
pelopor aliran empirisme adalah David Hume (1711-1776). David Hume memilih
pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan sebab pengalaman dapat
bersifat lahiriyah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang
menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan
bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna. Hume merupakan pelopor para
empirisis, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari
indera. Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas tentang bagaimana
kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indera kita.
Adapun
aliran kritisisme di pelopori oleh Imanuel Kant (1724-1804). Imanuel Kant
mencoba untuk mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan yang betentangan
tersebut. Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan benar separuh dan
salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari
indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana
kita memandang dunia sekitar kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia
yang ikut menentukan konsepsi manusia tentang dunia. Menurut Kant, ada dua
unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang
pertama adalah kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita
ketahui sebelum kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah
cara pandang dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang
kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang
tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan.
5.
Jaman Modern (Abad 17-18 M)
Pada
abad kedelapan belas mulai memasuki perkembangan baru. Filsuf-filsuf pada jaman
ini disebut sebagai para empirikus, yang ajarannya lebih menekankan bahwa suatu
pengetahuan adalah mungkin karena adanya pengalaman indrawi manusia. Para
empirikus besar Inggris antara lain J. Locke (1632-1704), G. Berkeley
(1684-1753) dan D. Hume (1711-1776), di Perancis JJ.Rousseau (1712-1778) dan di
Jerman Immanuel Kant (1724-1804).
Immanuel
Kant dalam karyanya yang berjudul Kritik der reinen vernunft (Ing. Critique of
Pure Reason) yang terbit tahun 1781, memberi arah baru mengenai filsafat
pengetahuan. Dalam bukunya itu Kant memperkenalkan suatu konsepsi baru tentang
pengetahuan. Pada dasarnya dia tidak mengingkari kebenaran pengetahuan yang
dikemukakan oleh kaum rasionalisme maupun empirisme, yang salah apabila
masing-masing dari keduanya mengkalim secara ekstrim pendapatnya dan menolak
pendapat yang lainnya. Dengan kata lain memang pengetahuan dihimpun setelah
melalui (aposteriori) sistem penginderaan (sensory system) manusia, tetapi
tanpa pikiran murni (a priori) yang aktif tidaklah mungkin tanpa kategorisasi
dan penataan dari rasio manusia. Menurut Kant, empirisme mengandung kelemahan
karena anggapan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia hanya lah rekaman
kesan-kesan (impresi) dari pengalamannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia
merupakan hasil sintesis antara yang apriori (yang sudah ada dalam kesadaran
dan pikiran manusia) dengan impresi yang diperoleh dari pengalaman. Bagi Kant
yang terpenting bagaimana pikiran manusia mamahami dan menafsirkan apa yang
direkam secara empirikal, bukan bagaimana kenyataan itu tampil sebagai benda
itu sendiri.
6.
Jaman Pos Modern (Abad 18-19 M)
Pada
abad ketujuh belas dan kedelapan belas perkembangan pemikiran filsafat
pengetahuan memperlihatkan aliran-aliran besar: rasionalisme, empirisme dan
idealisme dengan mempertahankan wilayah-wilayah yang luas. Dibandingkan dengan
filsafat abad ketujuh belas dan abad kedelapan belas, filsafat abad kesembilan
belas dan abad kedua puluh banyak bermunculan aliran-aliran baru dalam filsafat
antara laian: positivisme, marxisme, eksistensialisme, pragmatisme,
neokantianisme, neo-tomisme dan fenomenologi. Berkaitan dengan filosofi
penelitian Ilmu Sosial, aliran yang tidak bisa dilewatkan adalah positivisme
yang digagas oleh filsuf A. Comte (1798-1857). Menurut Comte pemikiran manusia
dapat dibagi kedalam tiga tahap, yaitu:
1. Teologis.
2. Metafisis.
3. Positif-ilmiah.
Bagi
era manusia dewasa (modern) ini pengetahuan hanya mungkin dengan menerapkan
metode-metode positif ilmiah, artinya setiap pemikiran hanya benar secara
ilmiah bilamana dapat diuji dan dibuktikan dengan pengukuran-pengukuran yang
jelas dan pasti sebagaimana berat, luas dan isi suatu benda. Dengan demikian
Comte menolak spekulasi “metafisik”, dan oleh karena itu ilmu sosial yang
digagas olehnya ketika itu dinamakan “Fisika Sosial” sebelum dikenal sekarang
sebagai “Sosiologi”. Bisa dipahami, karena pada masa itu ilmu-ilmu alam
(Natural sciences) sudah lebih “mantap” dan “mapan”, sehingga banyak pendekatan
dan metode-metode ilmu-ilmu alam yang diambil-oper oleh ilmu-ilmu sosial
(Social sciences) yang berkembang sesudahnya.
Pada
periode terkini (kontemporer) setelah aliran-aliran sebagaimana disebut di atas
munculah aliran-aliran filsafat, misalnya : “Strukturalisme” dan
“Postmodernisme”. Strukturalisme dengan tokoh-tokohnya misalnya Cl.
Lévi-Strauss, J. Lacan dan M. Faoucault. Tokoh-tokoh Postmodernisme antara
lain. J. Habermas, J. Derida. Kini oleh para epistemolog (ataupun dari kalangan
sosiologi pengetahuan) dalam perkembangannya kemudian, struktur ilmu
pengetahuan semakin lebih sistematik dan lebih lengkap (dilengkapi dengan,
teori, logika dan metode sain), sebagaimana yang dikemukakan oleh Walter
L.Wallace dalam bukunya The Logic of Science in Sociology. Dari struktur ilmu
tersebut tidak lain hendak dikatakan bahwa kegiatan keilmuan/ilmiah itu tidak
lain adalah penelitian (search dan research).
Pada periode ini juga muuncul aliran “Pragmatisme”. Pragmatisme berasal dari kata pragma yang artinya guna. Maka pragmatisme adalah suatu aliran yang benar adalah apa saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang bermanfaat secara praktis. Tokohnya William James (1842-1910) lahir di New York, memperkenalkan ide-idenya tentang pragmatisme kepada dunia. Ia ahli dalam bidang seni, psikologi, anatomi, fisiologi dan filsafat.
Pada periode ini juga muuncul aliran “Pragmatisme”. Pragmatisme berasal dari kata pragma yang artinya guna. Maka pragmatisme adalah suatu aliran yang benar adalah apa saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang bermanfaat secara praktis. Tokohnya William James (1842-1910) lahir di New York, memperkenalkan ide-idenya tentang pragmatisme kepada dunia. Ia ahli dalam bidang seni, psikologi, anatomi, fisiologi dan filsafat.
Selain
itu juga muncullah filsafat analitis. Tokoh aliran ini adalah Ludwig Josef
Johan Wittgenstein (1889-1951). Ilmu yang ditekuninya adalah ilmu penerbangan
yang memerlukan studi dasar matematika yang mendalam. Filsafat analitis ini
berpengaruh di Inggris dan Amerika sejak tahun 1950. Filsafat ini membahas
mengenai analisis bahasa dan anlisis konsep-konsep.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar