Sabtu, 03 Desember 2016

Sejarah Perkembangan Filsafat dari Zaman Yunani Kuno Hingga Masa Kini


1.      Zaman Yunani Kuno
Periode filsafat Yunani merupakan periode terpenting dalam sejarah peradaban manusia. Hal ini disebabkan karena pada saat itu terjadi perubahan pola pikir mitosentris yaitu pola pikir yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan fenomena alam. Pada saat itu, gempa bumi bukanlah suatu fenomena biasa melainkan suatu fenomena di mana Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya.
Pada periode ini muncullah filosof pertama yang mengkaji tentang asal usul alam  yaitu Thales (624-546 SM). Pada masa itu, Ia mengatakan bahwa asal alam adalah air karena unsur terpenting bagi setiap makhluk hidup adalah air. Air dapat berubah menjadi gas seperti uap dan benda padat seperti es, dan bumi ini juga berada di atas air. Sedangkan Heraklitos berpendapat bahwa segala yang ada selalu berubah dan sedang menjadi. Ia mempercayai bahwa arche (asas yang pertama dari alam semesta) adalah api. Api dianggapnya sebagai lambang perubahan dan kesatuan. Api mempunyai sifat memusnahkan segala yang ada dan mengubah sesuatu tersebut menjadi abu atau asap. Sehingga Heracllitos menyimpulkan bahwa yang mendasar dalam alam semesta ini adalah bukan bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya, yaitu api. Api adalah unsur yang paling asasi dalam alam karena api dapat mengeraskan adonan roti dan di sisi lain dapat melunakkan es. Artinya, api adalah aktor pengubah dalam alam ini, sehingga api pantas dianggap sebagai simbol perubahan itu sendiri.
Selain Heraclitos ada pula permenides. Permenides lahir di kota Elea. Ia merupakan ahli filsuf yang pertama kali memikirkan tentang hakikat tentang ada. Menurut pendapat Permenides apa ang disebut sebagai realitas adalah bukan gerak dan perubahan. Yang ada itu ada, yang ada dapat hilang menjadi ada, yang tidak ada adalah tidak ada sehingga tidak dapat dipikirkan. Yang dapat dipikirkan hanyalah yang ada saja, yang tidak ada tidak dapat dipikirkan. Dengan demikian, yang ada itu satu, umum, tetap, dan tidak dapat di bagi-bagi karena membagi yang ada akan menimbulkan atau melahirkan banyak yang ada, dan itu tidak mungkin.
Zaman keemasan atau puncak dari filsafat Yunani Kuno atau Klasik, dicapai pada masa Sokrates (± 470 – 400 SM), Plato (428-348 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Sokrates  merupakan anak dari seorang pemahat Sophroniscos, ibunya bernama Phairmarete yang bekerja sebagai seorang bidan. Istrinya bernama Xantipe yang terkenal galak dan keras.
Socrates adalah seorang guru. Setiap kali socrates mengajarkan pengetahuannya, Socrates tidak pernah memungut bayaran kepada murid-muridnya. Oleh karena itulah, kaum sofis menuduh dirinya memberikan ajaran baru yang merusak moral dan menentang kepercayaan negara kepada para pemuda. Kemudian ia ditangkap dan dihukum mati dengan minum racun pada umur 70 tahun yakni pada tahun 399 SM. Pemikiran filsafatnya untuk menyelidiki manusia secara keseluruhan yaitu dengan menghargai nilai-nilai jasmaniah dan rohaniah yang keduanya tidak dapat dipisahkan karena dengan keterkaitan kedua hal tersebut banyak nilai yang dihasilkan.
Plato lahir di Athena, dengan nama asli Aristocles. Ia belajar filsafat dari Socrates, Pythagoras, Heracleitos, dan elia. Sebagai titik tolak pemikiran filsafatnya, ia mencoba menyelesaikan permasalahan  lama yakni mana yang benar yang berubah-ubah (Heracleitos) atau yang tetap (Parmenidas). Pengetahuan yang diperoleh lewat indera disebutnya sebagai pengetahuan indera dan pengetahuan yang diperoleh lewat akal disebutnya sebagai pengetahuan akal. Plato menerangkan bahwa manusia itu sesungguhnya berada dalam dua dunia yaitu dunia pengalaman yang bersifat tidak tetap dan dunia ide yang bersifat tetap. Dunia yang sesungguhnya atau dunia realitas adalah dunia ide.
Menurut Plato ada beberapa masalah bagi manusia yang tidak pantas jika manusia tidak mengetahuinya, masalah tersebut adalah:
a.      Manusia itu mempunyai Tuhan sebagai penciptanya.
b.      Tuhan itu mengetahui segala sesuatu yang diperbuat manusia.
c.     Tuhan hanya dapat diketahui dengan cara negatif, tidak ada ayat, tidak ada anak dan lain-lain.
d.    Tuhanlah yang menjadikan alam ini dari tidak mempunyai peraturan menjadi mempunyai peraturan.
Sebagai puncak pemikiran filsafatnya adalah pemikiran tentang negara, yang tertera dalam polites dan Nomoi. Konsepnya mengenai etika sama seperti Socrates yakni tujuan hidup manusia adalah hidup yang baik (eudaimonia atau well being). Menurut Plato di dalam negara yang ideal terdapat tiga golongan, antara lain:
a.      Golongan yang tertinggi (para penjaga dan para filsuf).
b.      Golongan pembantu (prajurit yang bertugas untuk menjaga keamanan negara).
c.       Golongan rakyat biasa (petani, pedagang, dan tukang).  
Plato mengemukakan bahwa tugas seorang negarawan adalah mencipta keselarasan semua keahlian dalam negara (polis) sehingga mewujudkan keseluruhan yang harmonis. Apabila suatu negara telah mempunyai undang-undang dasar maka bentuk pemerintahan yang tepat adalah monarki. Sementara itu, apabila suatu negara belum mempunyai undang-undang dasar, bentuk pemerintahan yang paling tepat adalah demokrasi.
Filsafat Plato dikenal sebagai idealisme dalam hal ajarannya bahwa kenyataan itu tidak lain adalah proyeksi atau bayang-bayang/ bayangan dari suatu dunia “ide” yang abadi belaka dan oleh karena itu yang ada nyata adalah “ide” itu sendiri. Karya-Karya lainnya dari Plato sangat dalam dan luas meliputi logika, epistemologi, antropologi (metafisika), teologi, etika, estetika, politik, ontologi dan filsafat alam.
Sedangkan Aristoteles sebagai murid Plato, dalam banyak hal sering tidak setuju/berlawanan dengan apa yang diperoleh dari gurunya (Plato). Aristoteles lahir di Stageira, Yunani Utara pada tahun 384 SM. Bagi Aristoteles “ide” bukanlah terletak dalam dunia “abadi” sebagaimana yang dikemukakan oleh Plato, tetapi justru terletak pada kenyataan atau benda-benda itu sendiri. Setiap benda mempunyai dua unsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi (“hylé”) dan bentuk (“morfé”). Lebih jauh bahkan dikatakan bahwa “ide” tidak dapat dilepaskan atau dikatakan tanpa materi, sedangkan presentasi materi mestilah dengan bentuk. Dengan demikian maka bentuk-bentuk “bertindak” di dalam materi, artinya bentuk memberikan kenyataan kepada materi dan sekaligus adalah tujuan (finalis) dari materi. Karya-karya Aristoteles meliputi logika, etika, politik, metafisika, psikologi, ilmu alam, Retorica dan poetika, politik dan ekonomi. Pemikiran-pemikirannya yang sistematis tersebut banyak menyumbang kepada perkembangan ilmu pengetahuan. Berikut ini beberapa pemikiran Aristoteles yang terdiri dari:
a.            Ajarannya tentang logika
Suatu pengertian memuat dua golongan, yaitu substansi dan aksidensia. Dan dari dua golongan tersebut terurai menjadi sepuluh macam kategori, yaitu :
1)      Substansi (manusia, binatang).
2)      Kuantitas (dua, tiga).
3)      Kualitas (merah, baik).
4)      Relasi (rangkap, separuh).
5)      Tempat (di rumah, di pasar).
6)      Waktu (sekarang, besok).
7)      Keadaan (duduk, berjalan).
8)      Mempunyai (berpakaian, bersuami).
9)      Berbuat (membaca, menulis).
10)    Menderita (terpotong, tergilas).
Sampai sekarang, Aristoteles dianggap sebagai Bapak logika tradisional.
b.      Ajaranya tentang sillogisme.
c.   Ajarannya tentang pengelompokkan ilmu pengetahuan. Aritoteles mengelompokkan ilmu pengetahuan menjadi tiga golongan.
d.      Ajarannya tentang potensia dan dinamika. Hule adalah suatu unsur yang menjadi permacaman. Sementara itu, morfe adalah unsur yang menjadi dasar kesatuan.
e.       Ajarannya tentang pengenalan.
f.        Ajarannya tentang etika.
g.      Ajarannya tentang negara.

2.      Jaman Kegelapan (Abad 12-13 M)
Jaman ini dikenal sebagai Abad Pertengahan. Filsafat pada jaman ini dikuasai oleh pemikiran keagamaan yaitu Kristiani. Puncak dari filsafat Kristiani adalah Patristik (Lt. “Patres”/Bapa-bapa Gereja) dan Skolastik Patristik. Skolastik Patristik dibagi menjadi dua yaitu Patristik Yunani (Patristik Timur) dan Patristik Latin (Patristik Barat). Tokoh-tokoh Patristik Yunani antara lain Clemens dari Alexandria (150-215), Origenes (185-254). Gregorius dari Naziane (330-390), Basilius (330-379). Tokoh-tokoh dari Patristik Latin antara lain Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397), Hieronymus (347-420) dan Augustinus (354-430). Ajaran dari para Bapa Gereja ini adalah falsafi-teologis. Ajaran ini ingin memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam dari manusia. Ajaran-ajaran ini banyak pengaruh dari plotinos.
Pada jaman Skolastik pengaruh Ploinus diambil alaih oleh Aristoteles. Pada masa ini, pemikiran-pemikiran Aristoteles kembali dikenal dalam karya beberapa filsuf Yahudi maupun Islam yaitu melalui Avicena Ibn. Sina, 980-1037), Averroes (Ibn. Rushd, 1126-1198) dan Maimonides (1135-1204). Pengaruh Aristoteles sangatlah besar sehingga ia disebut sebagai “Sang Filsuf” sedangkan Averroes yang banyak membahas karya Aristoteles dijuluki sebagai “Sang Komentator”. Pertemuan pemikiran Aristoteles dengan iman Kristiani menghasilkan filsuf penting sebagian ordo Dominikan dan Fransiskan.

3.      Jaman Pencerahan (Abad 14-15 M)
Pada Abad Petengahan ini muncullah seorang astronom berkebangsaan Polandia. Astronom tersebut bernama N. Copernicus. Pada saat itu, N. Copernicus mengemukakan temuannya bahwa pusat peredaran benda-benda angkasa adalah matahari (Heleosentrisme). Namun temuan N. Copernicus ini tidak disambut baik oleh otoritas Gereja sebab mereka menganggap bahwa teori yang dikemukakan oleh N. Copernicus bertentangan dengan teori geosentrisme (Bumi sebagai pusat peredaran benda-benda angkasa) yang dikemukakan oleh Ptolomeus. Oleh karena itulah, N. Copernicus dihukum kurungan seumur hidup oleh otoritas Gereja.
Galilieo Galilei adalah seorang penemu terbesar di bidang ilmu pengetahuan. Ia mnemukan bahwa sebuah peluru yang ditembakkan membuat suatu gerak parabola, bukan gerak horisontal yang kemudian berubah menjadi gerak vertikal. Ia menerima pandangan bahwa matahari adalah pusat jagad raya. Dengan telekospnya, ia mengamati jagad raya dan menemukan bahwa bintang Bimasakti terdiri dari bintang-bintang yang banyak sekali jumlahnya dan masing-masing berdiri sendiri. Karena pandangannya yang bertentangan dengan tokoh Gereja akhirnya di hukum mati.

4.      Jaman Awal Modern (Abad 16 M)
Pada masa ini Kristen yang berkuasa dan menjadi sumber otoritas kebenaran mengalami kehancuran, dan juga awal abad kemunduran bagi umat Islam. Pada masa ini muncullah berbagai pemikiran Yunani antara lain rasionalisme, empirisrme, dan kritisme. Selain itu, masa ini juga memunculkan seorang intelektual yang bernama Gerard Van Cromona yang menyalin buku Ibnu Sina, “The canon of medicine”. Fransiscan Roger Bacon, yang menganut aliran pemikiran empirisme dan realisme  berusaha menentang berbagai kebijakan gereja dan penguasa saat itu. Dalam hal ini Galileo dan Copernicus juga mengalami penindasan dari penguasa. Masa ini juga menyebabkan perpecahan dalam agama Kristen, yaitu Kristen Katolik dan Protestan. Pada masa ini, para filsuf jaman modern menegaskan bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari penguasa, tetapi dari diri mereka sendiri. Kemudian, terjadilah perbedaan pendapat dalam memahami aspek tersebut. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio yakni kebenaran pasti berasal dari (akal). Berbeda dengan aliran rasionalisme, aliran empirisme meyakini bahwa pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi. Kemudian, muncullah aliran kritisisme yang mencoba untuk memadukan kedua pendapat tersebut. Aliran rasionalisme dipelopori oleh Rene Descartes (1596-1650 M). Dalam buku Discouse de la Methode tahun 1637 ia menegaskan perlunya ada metode yang jitu sebagai dasar yang kokoh bagi semua pengetahuan, yaitu dengan menyangsikan segalanya secara metodis. Pelopr kaum rasionalis disebut Descartes. Kaum rasionalis ini percaya bahwa dasar semua pengetahuan ada dalam pikiran.
Sedangkan pelopor aliran empirisme adalah David Hume (1711-1776). David Hume memilih pengalaman sebagai sumber utama pengetahuan  sebab pengalaman dapat bersifat lahiriyah (yang menyangkut dunia), maupun yang batiniah (yang menyangkut pribadi manusia). Oleh karena itu pengenalan inderawi merupakan bentuk pengenalan yang paling jelas dan sempurna. Hume merupakan pelopor para empirisis, yang percaya bahwa seluruh pengetahuan tentang dunia berasal dari indera. Menurut Hume ada batasan-batasan yang tegas tentang bagaimana kesimpulan dapat diambil melalui persepsi indera kita.
Adapun aliran kritisisme di pelopori oleh Imanuel Kant (1724-1804). Imanuel Kant mencoba untuk mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan yang betentangan tersebut. Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan benar separuh dan salah separuh. Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita. Ada kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia tentang dunia. Menurut Kant, ada dua unsur yang memberi sumbangan kepada pengetahuan manusia tentang dunia. Yang pertama adalah kondisi-kondisi lahirilah ruang dan waktu yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita menangkapnya dengan indera kita. Ruang dan waktu adalah cara pandang dan bukan atribut dari dunia fisik. Itu materi pengetahuan. Yang kedua adalah kondisi-kondisi batiniah dalam manusia mengenai proses-proses yang tunduk kepada hukum kausalitas yang tak terpatahkan.

5.      Jaman Modern (Abad 17-18 M)
Pada abad kedelapan belas mulai memasuki perkembangan baru. Filsuf-filsuf pada jaman ini disebut sebagai para empirikus, yang ajarannya lebih menekankan bahwa suatu pengetahuan adalah mungkin karena adanya pengalaman indrawi manusia. Para empirikus besar Inggris antara lain J. Locke (1632-1704), G. Berkeley (1684-1753) dan D. Hume (1711-1776), di Perancis JJ.Rousseau (1712-1778) dan di Jerman Immanuel Kant (1724-1804).
Immanuel Kant dalam karyanya yang berjudul Kritik der reinen vernunft (Ing. Critique of Pure Reason) yang terbit tahun 1781, memberi arah baru mengenai filsafat pengetahuan. Dalam bukunya itu Kant memperkenalkan suatu konsepsi baru tentang pengetahuan. Pada dasarnya dia tidak mengingkari kebenaran pengetahuan yang dikemukakan oleh kaum rasionalisme maupun empirisme, yang salah apabila masing-masing dari keduanya mengkalim secara ekstrim pendapatnya dan menolak pendapat yang lainnya. Dengan kata lain memang pengetahuan dihimpun setelah melalui (aposteriori) sistem penginderaan (sensory system) manusia, tetapi tanpa pikiran murni (a priori) yang aktif tidaklah mungkin tanpa kategorisasi dan penataan dari rasio manusia. Menurut Kant, empirisme mengandung kelemahan karena anggapan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia hanya lah rekaman kesan-kesan (impresi) dari pengalamannya. Pengetahuan yang dimiliki manusia merupakan hasil sintesis antara yang apriori (yang sudah ada dalam kesadaran dan pikiran manusia) dengan impresi yang diperoleh dari pengalaman. Bagi Kant yang terpenting bagaimana pikiran manusia mamahami dan menafsirkan apa yang direkam secara empirikal, bukan bagaimana kenyataan itu tampil sebagai benda itu sendiri.

6.      Jaman Pos Modern (Abad 18-19 M)
Pada abad ketujuh belas dan kedelapan belas perkembangan pemikiran filsafat pengetahuan memperlihatkan aliran-aliran besar: rasionalisme, empirisme dan idealisme dengan mempertahankan wilayah-wilayah yang luas. Dibandingkan dengan filsafat abad ketujuh belas dan abad kedelapan belas, filsafat abad kesembilan belas dan abad kedua puluh banyak bermunculan aliran-aliran baru dalam filsafat antara laian: positivisme, marxisme, eksistensialisme, pragmatisme, neokantianisme, neo-tomisme dan fenomenologi. Berkaitan dengan filosofi penelitian Ilmu Sosial, aliran yang tidak bisa dilewatkan adalah positivisme yang digagas oleh filsuf A. Comte (1798-1857). Menurut Comte pemikiran manusia dapat dibagi kedalam tiga tahap, yaitu:
1.   Teologis.
2.   Metafisis.
3.   Positif-ilmiah.
Bagi era manusia dewasa (modern) ini pengetahuan hanya mungkin dengan menerapkan metode-metode positif ilmiah, artinya setiap pemikiran hanya benar secara ilmiah bilamana dapat diuji dan dibuktikan dengan pengukuran-pengukuran yang jelas dan pasti sebagaimana berat, luas dan isi suatu benda. Dengan demikian Comte menolak spekulasi “metafisik”, dan oleh karena itu ilmu sosial yang digagas olehnya ketika itu dinamakan “Fisika Sosial” sebelum dikenal sekarang sebagai “Sosiologi”. Bisa dipahami, karena pada masa itu ilmu-ilmu alam (Natural sciences) sudah lebih “mantap” dan “mapan”, sehingga banyak pendekatan dan metode-metode ilmu-ilmu alam yang diambil-oper oleh ilmu-ilmu sosial (Social sciences) yang berkembang sesudahnya.
Pada periode terkini (kontemporer) setelah aliran-aliran sebagaimana disebut di atas munculah aliran-aliran filsafat, misalnya : “Strukturalisme” dan “Postmodernisme”. Strukturalisme dengan tokoh-tokohnya misalnya Cl. Lévi-Strauss, J. Lacan dan M. Faoucault. Tokoh-tokoh Postmodernisme antara lain. J. Habermas, J. Derida. Kini oleh para epistemolog (ataupun dari kalangan sosiologi pengetahuan) dalam perkembangannya kemudian, struktur ilmu pengetahuan semakin lebih sistematik dan lebih lengkap (dilengkapi dengan, teori, logika dan metode sain), sebagaimana yang dikemukakan oleh Walter L.Wallace dalam bukunya The Logic of Science in Sociology. Dari struktur ilmu tersebut tidak lain hendak dikatakan bahwa kegiatan keilmuan/ilmiah itu tidak lain adalah penelitian (search dan research).
Pada periode ini juga muuncul aliran “Pragmatisme”. Pragmatisme berasal dari kata pragma yang artinya guna. Maka pragmatisme adalah suatu aliran yang benar adalah apa saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang bermanfaat secara praktis. Tokohnya William James (1842-1910) lahir di New York, memperkenalkan ide-idenya tentang pragmatisme kepada dunia. Ia ahli dalam bidang seni, psikologi, anatomi, fisiologi dan filsafat.
Selain itu juga muncullah filsafat analitis. Tokoh aliran ini adalah Ludwig Josef Johan Wittgenstein (1889-1951). Ilmu yang ditekuninya adalah ilmu penerbangan yang memerlukan studi dasar matematika yang mendalam. Filsafat analitis ini berpengaruh di Inggris dan Amerika sejak tahun 1950. Filsafat ini membahas mengenai analisis bahasa dan anlisis konsep-konsep.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar