Minggu, 25 Desember 2016

Epistemologi Ilmu Menurut Al-Qur’an

Epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme yang berarti knowledge atau pengetahuan. Sedangkan logy berarti theory, sehingga epistemologi diartikan sebagai teori pengetahuan atau filsafat ilmu. Ketika mengkaji bidang ini, maka ada tiga persoalan pokok yang perlu disentuh, yaitu makna pengetahuan, sumber pengetahuan, genealogi pengetahuan, bagaimana cara mengetahuinya, dan apakah pengetahuan kita itu benar (valid). Objek telaah epistemologi adalah mempertanyakan dari mana ilmu itu diperoleh, bagaimana cara mengetahuinya, bagaimana kita membedakan dengan yang lain, jadi berkenaan dengan situasi dan kondisi ruang serta waktu mengenai sesuatu hal.
Konsep epistemologi di atas dapat digunakan sebagai kerangka untuk menggali epistemologi ilmu menurut al-Qur’an, sehingga kemudian muncul pertanyaan-pertanyaan tentang apa pengertian ilmu menurut al-Qur’an?
Makna ilmu menurut al-Qur’an
Dalam al-Qur’an kata ilmu ternyata banyak disebut, yaitu sebanyak 105 kali, tetapi jika digabung dengan kata derivasinya ia disebut tidak kurang dari 744 kali. Untuk menyebutkan secara terinci, kata-kata turunan itu disebut dalam bentuk dan frekuensi sebagai berikut; ‘alima (35), ya‘lam (215), i‘lam (31), yu‘lam (1), ‘ilm (105), ‘alim (18), ma‘lum (13) ‘alamin (73), ‘alam (3), ‘alam (49), ‘alim‘ulama‘ (163) ‘allam (4)‘allama(12), yu‘alim (16), ‘ulima (3), mu‘allam (1), ta‘allama (2).
Dari kata turunan itu timbul berbagai pengertian, seperti: mengetahui, pengetahuan, orang yang berpengetahuan, yang tahu, terpelajar, paling mengetahui, memahami, mengetahui segala sesuatu, lebih tahu, sangat mengetahui, cerdik, mengajar, belajar, orang yang menerima pelajaran/diajari, mempelajari; juga pengertian-pengertian seperti tanda (‘alam), alamat, tanda batas, tanda peringatan, segala kejadian alam, segala yang ada dan segala yang dapat diketahui.
Untuk mengetahui dan menemukan pengertian tentang ilmu dalam al-Qur’an tidak cukup hanya jika dicari pengertiannya dari kata-kata yang berasal dari akar kata ‘alima (tahu), sebab kata itu ‘tahu’ tidak hanya diwakili oleh kata tersebut. Ada beberapa kata yang mengandung pengertian ‘tahu’ seperti ‘arafazahara, khabara, sha‘ara, ya’isa, ankara, basirah dan hakim. Kata-kata turunan dalam al-Qur’an yang berasal dari kata ‘arafa sendiri umpamanya disebut sebanyak 34 kali. Karena itu, menurut Rosenthal, kata ilmu adalah sinonim dengan kata ma‘rifat. Salah satu kata derivasinya juga telah menjadi bahasa Indonesia yang kita kenal yaitu ‘arif, kata ini memang diartikan sebagai orang yang memiliki
pengetahuan yang tertinggi, jika orang telah sampai kepada tahap ma‘rifat, walaupun hal ini lebih dikenal di dunia tasawuf.
Pengertian ilmu pengetahuan terdapat pula dalam kata hikmah yang sudah menjadi kata Indonesia. Kata hikmah biasanya dipakai langsung tanpa terjemahan, dan pengertiannya adalah ‘pelajaran’. Orang yang bisa memetik hikmah adalah orang yang dapat ‘mengambil pelajaran’ dari pengalaman. Tetapi hikmah dapat pula diterjemahkan dengan ‘kebijaksanaan’, atau pengetahuan tertinggi. Dalam al-Qur’an kata hikmah memang berkaitan dengan hasil pemikiran seseorang dan sebagai hasil pemikiran, hikmah merupakan sesuatu yang sangat berharga seperti tercermin dalam surah al-Baqarah ayat 269.
Dari paparan di atas dapat dikatakan bahwa al-Qur’an menggunakan kata ilmu dalam berbagai bentuk dan artinya sebanyak 854 kali, antara lain, sebagai proses pencapaian ilmu pengetahuan dan objek ilmu pengetahuan tentang sumber-sumber ilmu pengetahuan, di samping klasifikasi dan ragam disiplinnya. Sehingga sebagian ilmuwan muslim berpendapat bahwa ilmu menurut al-Qur’an mencakup segala macam pengetahuan yang berguna bagi manusia dalam kehidupannya, baik masa kini maupun masa depan, baik tentang ilmu-ilmu fisika (empirik) maupun metafisika (non empirik).
Dalil-dalil al-Qur’an yang menunjukkan isyarat tentang ketiga sumber ilmu pengetahuan itu adalah a) empiris, yakni alam sebagai sumber ilmu pengetahuan, antara lain, dapat ditangkap dari beberapa isyarat ayat al-Qur’an seperti Allah mengajarkan nama-nama benda kepada Adam as., perintah Allah untuk memperhatikan dan mempelajari fenomena yang terjadi pada benda-benda langit, dan fenomena-fenomena yang terjadi di bumi, meneliti dan mempelajari awan, gunung-gunug, lautan dan mahluk hidup yang ada di bumi, dan lain sebagainya, b) rasio, yakni akal sebagai sumber ilmu pengetahuan dengan menafsirkan dan mengabstraksikan fenomena alam itu menjadi rumusan-rumusan teori ilmu pengetahuan yang berguna bagi manusia, dan c) intuisi dan wahyu sebagai sumber ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang diturunkan Tuhan melalui para nabi dan rasul-Nya, termasuk dalam kategori ini adalah pengetahuan tasawuf dan filsafat yang diperoleh melalui intuisi dan hasil kontemplasi pemikiran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar