Minggu, 25 Desember 2016

Pengaruh Besar Filsafat Yunani kepada Arus Pemikiran Islam

Terlukiskan dari pemaparan Siti Maryam, dalam bukunya Rasionalitas pengalaman Sufi, di halaman 11-13, bahwa pengaruh Filsafat Yunani terhadap arus pemikiran Islam itu sangatlah besar dan tidak dapat disangkal.
Setelah mengenyam pikiran-pikiran Yunani dan beberapa sisi kebudayaan Persia Kuna yang dapat mereka temukan, mereka meninggalkan jejak yang tidak dapat dihapus dalam sejarah pemikiran Islam. Banyak bintang pemikir utama, pada masa Abbasiah, berasal dari persia. Ahli bahasa terbesar Sibawaih ( w. 793 M); filsuf terbesar Ibnu Sina (W. 1037 M); tabib terbesar ar Razi (W. 925 M) dan teolog terbesar al Ghazali (W. 111 M) adalah sedikit contoh tokoh Islam dari Persia.
Jelas sekali, dalam catatan sejarah al Farabi menyalin karya-karya Aristoteles – Guru Besar Filsafat Yunani – itu ke dalam bahasa Arab, terutama dalam bidang ilmu logika yang dalam bahasa Arab oleh al Farabi disebut sebagai ilmu al Mantiq. Kemudian ilmu Mantiq ini bisa kita temukan diajarkan di pesantren-pesantren yang ada di tanah jawa hingga zaman sekarang. Ini merupakan contoh yang jelas dan nyata, bagaimana besarnya pengaruh pemikiran Yunani ke dalam pemikiran Islam.
Atas besarnya pengaruh Filsafat Yunani menimbulkan reaksi keras terhadap sebagian kaum muslimin. Mereka tidak sepakat dengan adanya pengaruh itu. Mereka berpikir, seharusnya Islam bersih dari pengaruh-pengaruh dari luar. Karena Islam agama yang sempurna, tidak membutuhkan ilmu apapun dari luar untuk melengkapi atau membuktikan kebenaran Islam. Islam sudah lengkap dan dapat membuktikan kebenarannya sendiri. oleh karena itu, Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah menulis sebuah buku berjudul “Ketangkasan Ahli Iman dalam Menangkis Logika Yunani”.
Selain itu, besarnya pengaruh filsafat Yunani terhadap arus pemikiran Islam menimbulkan tuduhan dari pihak Barat bahwa peradaban Islam hanya berkembang karena pengaruh filsafat Yunani. Ini artinya adanya kebergantungan Islam terhadap Filsafat Yunani. Atas tuduhan ini, Imam Khamaeni menyangkal, karena menurut beliau filsafat telah muncul sejak manusia dan nabi pertama diciptakan. Filsafat berkembang bersama berkembangnya manusia itu sendiri. Dalam hal ini, Imam Khomaeni sejalan dengan Ibnu Taimiyah tentenga kesempurnaan Islam, tidak butuh pada sumbangan pihak luar untuk berkembang. Tetapi, Imam Khomaeni berbeda dalam bebepada hal dengan Ibnu Taimiyah, karena Imam Khomaeni tidak mengatakan bahwa menolak Logika Yunani sebagai suatu keharusan.
Ketika Ibnu Taimiyah berpandangan bahwa masuknya ajaran Aristoteles ke dalam arus pemikiran Islam dianggap sebagai “ancaman yang berbahaya”, sementara Imam Khomaeni tidak menganggapnya demikian. Bahkan bisa jadi, Imam Khomaeni – sebagai pemimpin besar kaum syiah – menganggap segenap Filsafat Yunani itu merupakan bagian dari “muatan ajaran Islam”, karena sebagaimana kita ketahui banyak para ulama syiah yang berkeyakinan bahwa para Filsuf Yunani itu merupakan para nabi Allah. Bandingkan perbedaannya dengan ibnu Taimiyah, yang bahkan mengeluarkan Fatwa Haram mempelajari logika sebagai produk dari fislafat Yunani itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar