Reruntuhan Kraton
Sultan di tahun 1859 (gambar oleh C. Buddingh dari Geschiedenis van
Nederlandsch Indië atau "Sejarah Hindia Belanda") Reruntuhan Kraton
Kaibon, bekas istana kediaman Ibu Suri Sultan Banten, di tahun 1933.
Pada tahun 1808 Herman
Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda 1808-1810, memerintahkan
pembangunan Jalan Raya Pos untuk mempertahankan pulau Jawa dari serangan
Inggris. Daendels memerintahkan Sultan Banten untuk memindahkan ibu kotanya ke
Anyer dan menyediakan tenaga kerja untuk membangun pelabuhan yang direncanakan
akan dibangun di Ujung Kulon. Sultan menolak perintah Daendels, sebagai
jawabannya Daendels memerintahkan penyerangan atas Banten dan penghancuran
Istana Surosowan. Sultan beserta keluarganya disekap di Puri Intan (Istana
Surosowan) dan kemudian dipenjarakan di Benteng Speelwijk. Sultan Abul Nashar
Muhammad Ishaq Zainulmutaqin kemudian diasingkan dan dibuang ke Batavia. Pada
22 November 1808, Daendels mengumumkan dari markasnya di Serang bahwa wilayah
Kesultanan Banten telah diserap ke dalam wilayah Hindia Belanda.
Kesultanan Banten resmi
dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan
Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin dilucuti dan dipaksa turun tahta
oleh Thomas Stamford Raffles. Peristiwa ini merupakan pukulan pamungkas yang
mengakhiri riwayat Kesultanan.
Berdasarkan data
arkeologis, masa awal masyarakat Banten dipengaruhi oleh beberapa kerajaan yang
membawa keyakinan Hindu-Budha, seperti Tarumanagara, Sriwijaya dan Kerajaan
Sunda.
Dalam Babad Banten
menceritakan bagaimana Sunan Gunung Jati bersama Maulana Hasanuddin, melakukan
penyebaran agama Islam secara intensif kepada penguasa Banten Girang beserta
penduduknya. Beberapa cerita mistis juga mengiringi proses islamisasi di
Banten, termasuk ketika pada masa Maulana Yusuf mulai menyebarkan dakwah kepada
penduduk pedalaman Sunda, yang ditandai dengan penaklukan Pakuan Pajajaran.
Islam menjadi pilar
pendirian Kesultanan Banten, Sultan Banten dirujuk memiliki silsilah sampai
kepada Nabi Muhammad, dan menempatkan para ulama memiliki pengaruh yang besar
dalam kehidupan masyarakatnya, seiring itu tarekat maupun tasawuf juga
berkembang di Banten. Sementara budaya masyarakat menyerap Islam sebagai bagian
yang tidak terpisahkan. Beberapa tradisi yang ada dipengaruhi oleh perkembangan
Islam di masyarakat, seperti terlihat pada kesenian bela diri Debus.
Kadi memainkan peranan
penting dalam pemerintahan Kesultanan Banten, selain bertanggungjawab dalam
penyelesaian sengketa rakyat di pengadilan agama, juga dalam penegakan hukum
Islam seperti hudud.
Toleransi umat beragama
di Banten, berkembang dengan baik. Walau didominasi oleh muslim, namun
komunitas tertentu diperkenankan membangun sarana peribadatan mereka, di mana
sekitar tahun 1673 telah berdiri beberapa klenteng pada kawasan sekitar
pelabuhan Banten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar