Perkembangan
Perekonomian Banten
Dalam meletakan dasar
pembangunan ekonomi Banten, selain di bidang perdagangan untuk daerah pesisir,
pada kawasan pedalaman pembukaan sawah mulai diperkenalkan. Asumsi ini
berkembang karena pada waktu itu di beberapa kawasan pedalaman seperti Lebak,
perekonomian masyarakatnya ditopang oleh kegiatan perladangan, sebagaimana
penafsiran dari naskah sanghyang siksakanda ng karesian yang menceritakan
adanya istilah pahuma (peladang), panggerek (pemburu) dan panyadap (penyadap).
Ketiga istilah ini jelas lebih kepada sistem ladang, begitu juga dengan nama
peralatanya seperti kujang, patik, baliung, kored dan sadap.
Pada masa Sultan Ageng
antara 1663 dan 1667 pekerjaan pengairan besar dilakukan untuk mengembangkan
pertanian. Antara 30 dan 40 km kanal baru dibangun dengan menggunakan tenaga
sebanyak 16 000 orang. Di sepanjang kanal tersebut, antara 30 dan 40 000 ribu
hektar sawah baru dan ribuan hektar perkebunan kelapa ditanam. 30 000-an petani
ditempatkan di atas tanah tersebut, termasuk orang Bugis dan Makasar.
Perkebunan tebu, yang didatangkan saudagar Cina pada tahun 1620-an,
dikembangkan. Di bawah Sultan Ageng, perkembangan penduduk Banten meningkat
signifikan.
Tak dapat dipungkiri
sampai pada tahun 1678, Banten telah menjadi kota metropolitan, dengan jumlah
penduduk dan kekayaan yang dimilikinya menjadikan Banten sebagai salah satu
kota terbesar di dunia pada masa tersebut.
Pemerintahan
Banten
Bendera Kesultanan Banten, versi pelat
Jepang tahun 1876.
Setelah Banten muncul sebagai
kerajaan yang mandiri, penguasanya menggunakan gelar Sultan, sementara dalam
lingkaran istana terdapat gelar Pangeran Ratu, Pangeran Adipati, Pangeran
Gusti, dan Pangeran Anom yang disandang oleh para pewaris. Pada pemerintahan
Banten terdapat seseorang dengan gelar Mangkubumi, Kadi, Patih serta Syahbandar
yang memiliki peran dalam administrasi pemerintahan. Sementara pada masyarakat
Banten terdapat kelompok bangsawan yang digelari dengan tubagus (Ratu Bagus),
ratu atau sayyid, dan golongan khusus lainya yang mendapat kedudukan istimewa
adalah terdiri atas kaum ulama, pamong praja, serta kaum jawara.
Pusat pemerintahan
Banten berada antara dua buah sungai yaitu Ci Banten dan Ci Karangantu. Di
kawasan tersebut dahulunya juga didirikan pasar, alun-alun dan Istana Surosowan
yang dikelilingi oleh tembok beserta parit, sementara disebelah utara dari
istana dibangun Masjid Agung Banten dengan menara berbentuk mercusuar yang
kemungkinan dahulunya juga berfungsi sebagai menara pengawas untuk melihat
kedatangan kapal di Banten.
Berdasarkan Sejarah
Banten, lokasi pasar utama di Banten berada antara Masjid Agung Banten dan Ci
Banten, dan dikenal dengan nama Kapalembangan. Sementara pada kawasan alun-alun
terdapat paseban yang digunakan oleh Sultan Banten sebagai tempat untuk
menyampaikan maklumat kepada rakyatnya. Secara keseluruhan rancangan kota
Banten berbentuk segi empat yang dpengaruhi oleh konsep Hindu-Budha atau
representasi yang dikenal dengan nama mandala. Selain itu pada kawasan kota
terdapat beberapa kampung yang mewakili etnis tertentu, seperti Kampung Pekojan
(Persia) dan Kampung Pecinan.
Kesultanan Banten telah
menerapkan cukai atas kapal-kapal yang singah ke Banten, pemungutan cukai ini
dilakukan oleh Syahbandar yang berada di kawasan yang dinamakan Pabean. Salah
seorang syahbandar yang terkenal pada masa Sultan Ageng bernama Syahbandar
Kaytsu.
Daftar Penguasa Banten:
Maulana Hasanuddin atau Pangeran
Sabakingkin 1552 – 1570
Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan
1570 – 1585
Maulana Muhammad atau Pangeran
Sedangrana 1585 – 1596
Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir
atau Pangeran Ratu 1596 – 1647
Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad 1647 – 1651
Sultan Ageng Tirtayasa atau Sultan Abu
al-Fath Abdul Fattah 1651-1682
Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul
Qahar 1683 – 1687
Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya 1687 –
1690
Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul
Abidin 1690 – 1733
Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul
Arifin 1733 – 1747
Ratu Syarifah Fatimah 1747 – 1750
Sultan Arif Zainul Asyiqin al-Qadiri
1753 – 1773
Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliuddin
1773 – 1799
Sultan Abul Fath Muhammad Muhyiddin
Zainussalihin 1799 – 1803
Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq
Zainulmutaqin 1803 – 1808
Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin
Zainussalihin 1809 – 1813
Tidak ada komentar:
Posting Komentar