Minggu, 04 Desember 2016

Perkembangan Perekonomian Banten dan Pemeritahannya

Perkembangan Perekonomian Banten
Dalam meletakan dasar pembangunan ekonomi Banten, selain di bidang perdagangan untuk daerah pesisir, pada kawasan pedalaman pembukaan sawah mulai diperkenalkan. Asumsi ini berkembang karena pada waktu itu di beberapa kawasan pedalaman seperti Lebak, perekonomian masyarakatnya ditopang oleh kegiatan perladangan, sebagaimana penafsiran dari naskah sanghyang siksakanda ng karesian yang menceritakan adanya istilah pahuma (peladang), panggerek (pemburu) dan panyadap (penyadap). Ketiga istilah ini jelas lebih kepada sistem ladang, begitu juga dengan nama peralatanya seperti kujang, patik, baliung, kored dan sadap.
Pada masa Sultan Ageng antara 1663 dan 1667 pekerjaan pengairan besar dilakukan untuk mengembangkan pertanian. Antara 30 dan 40 km kanal baru dibangun dengan menggunakan tenaga sebanyak 16 000 orang. Di sepanjang kanal tersebut, antara 30 dan 40 000 ribu hektar sawah baru dan ribuan hektar perkebunan kelapa ditanam. 30 000-an petani ditempatkan di atas tanah tersebut, termasuk orang Bugis dan Makasar. Perkebunan tebu, yang didatangkan saudagar Cina pada tahun 1620-an, dikembangkan. Di bawah Sultan Ageng, perkembangan penduduk Banten meningkat signifikan.
Tak dapat dipungkiri sampai pada tahun 1678, Banten telah menjadi kota metropolitan, dengan jumlah penduduk dan kekayaan yang dimilikinya menjadikan Banten sebagai salah satu kota terbesar di dunia pada masa tersebut.

Pemerintahan Banten
Bendera Kesultanan Banten, versi pelat Jepang tahun 1876.
Setelah Banten muncul sebagai kerajaan yang mandiri, penguasanya menggunakan gelar Sultan, sementara dalam lingkaran istana terdapat gelar Pangeran Ratu, Pangeran Adipati, Pangeran Gusti, dan Pangeran Anom yang disandang oleh para pewaris. Pada pemerintahan Banten terdapat seseorang dengan gelar Mangkubumi, Kadi, Patih serta Syahbandar yang memiliki peran dalam administrasi pemerintahan. Sementara pada masyarakat Banten terdapat kelompok bangsawan yang digelari dengan tubagus (Ratu Bagus), ratu atau sayyid, dan golongan khusus lainya yang mendapat kedudukan istimewa adalah terdiri atas kaum ulama, pamong praja, serta kaum jawara.
Pusat pemerintahan Banten berada antara dua buah sungai yaitu Ci Banten dan Ci Karangantu. Di kawasan tersebut dahulunya juga didirikan pasar, alun-alun dan Istana Surosowan yang dikelilingi oleh tembok beserta parit, sementara disebelah utara dari istana dibangun Masjid Agung Banten dengan menara berbentuk mercusuar yang kemungkinan dahulunya juga berfungsi sebagai menara pengawas untuk melihat kedatangan kapal di Banten.
Berdasarkan Sejarah Banten, lokasi pasar utama di Banten berada antara Masjid Agung Banten dan Ci Banten, dan dikenal dengan nama Kapalembangan. Sementara pada kawasan alun-alun terdapat paseban yang digunakan oleh Sultan Banten sebagai tempat untuk menyampaikan maklumat kepada rakyatnya. Secara keseluruhan rancangan kota Banten berbentuk segi empat yang dpengaruhi oleh konsep Hindu-Budha atau representasi yang dikenal dengan nama mandala. Selain itu pada kawasan kota terdapat beberapa kampung yang mewakili etnis tertentu, seperti Kampung Pekojan (Persia) dan Kampung Pecinan.
Kesultanan Banten telah menerapkan cukai atas kapal-kapal yang singah ke Banten, pemungutan cukai ini dilakukan oleh Syahbandar yang berada di kawasan yang dinamakan Pabean. Salah seorang syahbandar yang terkenal pada masa Sultan Ageng bernama Syahbandar Kaytsu.

Daftar Penguasa Banten:
Maulana Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin 1552 – 1570
Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan 1570 – 1585
Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana 1585 – 1596
Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir atau Pangeran Ratu 1596 – 1647
Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad 1647 – 1651
Sultan Ageng Tirtayasa atau Sultan Abu al-Fath Abdul Fattah 1651-1682
Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar 1683 – 1687
Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya 1687 – 1690
Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin 1690 – 1733
Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin 1733 – 1747
Ratu Syarifah Fatimah 1747 – 1750
Sultan Arif Zainul Asyiqin al-Qadiri 1753 – 1773
Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliuddin 1773 – 1799
Sultan Abul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1799 – 1803
Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin 1803 – 1808
Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1809 – 1813

Tidak ada komentar:

Posting Komentar