Senin, 05 Desember 2016

Khasanah Kebudayaan Banten

Dalam tinjauan sejarah mungkin ada perbedaan pendapat mengenai kapan Banten itu dimulai. Tetapi ada satu hal, melihat kebudayaan Banten boleh jadi dari dimulainya masa Kesultanan Banten, Maulana Hasanuddin (1552). Alasannya, pada waktu itulah terjadi peristiwa kultural yang besar dan radikal sebagai akibat dari kekuasaan Sultan yang Islam.
Berdasarkan pandangan tersebut, cukup beralasan jika kita, bukan saja ada alasan untuk menyatakan bahwa Banten itu ada secara kultural, tetapi juga mempermudah penelusuran. Indikator yang dapat ditampilkan adalah, tradisi kerajaan yang didominasi oleh Islam dan Jawa menjadi sentral kebudayaan (Banten). Misalnya penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa resmi keraton yang tentu saja “memaksa” masyarakat dan rakyat Banten memahami dan memakainya, sementara bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan. Demikian pula bisa diidentifikasi dan diukur dari aspek-aspek yang lain yang merupakan unsur-unsur kebudayaan, termasuk simbol-simbol yang diciptakan dan dititinggalkan.
Banyak para ahli mendefinisikan kebudayaan yang secara redaksional dan mungkin substansial berbeda satu sama lain. Kaitan dengan upaya agar mudah melihat kebudayaan Banten, konsep kebudayaan yang kiranya sederhana ialah yang dikemukakan oleh Dr. Koentjaaningrat. Ia menyatakan bahwa kebudayaan ialah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Definisi ini menunjukkan dengan jelas bahwa kebudayaan itu meliputi dimensi gagasan (sebagai aspek ideal yang tidak terlihat), dimensi perbuatan (tindakan) (sebagai aspek faktual yang dapat dilihat), dan dimensi hasil karya (sebagai aspek fisik yang dapat dilihat dan diamati berulang kali).
Dari ketiga dimensi tersebut yang bisa dikenali secara langsung adalah kebudayaan pada dimensi fisik dan perbuatan (kelakuan). Kemudian diperlukan juga kejelasan pada unsur apa dua dimensi tersebut diamati. Yang paling mungkin ialah pada unsur-unsur kebudayaan yang menurut Koentjaraningrat ada tujuh unsur, yaitu:
1.      Bahasa
2.      Sistem Pengetahuan
3.      Organisasi Sosial
4.      Sistem Religi
5.      Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
6.      Sistem Mata Pencaharian Hidup
7.      Kesenian
Banten sebagai komunitas kultural sebagaimana dinyatakan di atas, tentu dengan kebudayaannya itu dapat diamati (ditelusuri) melalui unsur-unsur kebudayaannya, khususnya melalui dan pada dimensi fisik atau kelakuan (perbuatan). Unsur-unsur kebudayaan tersebut memang ada pada kebudayaan Banten yang berarti bahwa Banten sebagai komunitas kultural adalah benar. Pengamatan untuk ini dilakukan dengan melihat sisi-sisi tradisi dan sisa-sisa peninggalan fisik (artefak) di Banten yang secara simbolik dapat diinterpretasi. Apalagi sisa-sisa tradisi dan sisa-sisa peninggalan fisik itu menurut Ambari, sarat dengan ciri dan pengaruh Islam.
Kalau boleh dikatakan, menangkap deskripsi budaya Banten adalah upaya yang harus serius, kalau tidak ingin menjadi punah. Kepunahan suatu kebudayaan sama artinya dengan lenyapnya identitas. Hidup tanpa identitas berarti berpindah pada identitas lain dengan menyengsarakan identitas semula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar