Pertama-tama filosof harus membicarakan (mempertanggung jawabkan) cara
mereka memperoleh pengetahuan filsafat. Yang menyebabkan kita hormat kepada
para filosof antara lain ialah karena ketelitian mereka sebelum mencari
pengetahuan mereka membicarakan dan mempertanggungjawabkannya lebih dahulu cara
memperoleh pengetahuan tersebut. Sifat itu sering kurang dipedulikan oleh
kebanyakan orang. Pada umumnya orang mementingkan apa yang diperoleh atau
diketahui, bukan cara memperoleh atau mengetahuinya. Ini gegabah, para filosof
bukan orang yang gegabah. Berfilsafat ialah berfikir. Berfikir itu tentu
menggunakan akal. Menjadi persoalan, apa sebenarnya akal itu. John Locke (Sidi
Gazalba, Sistematika Filsafat, II, 1973:111) mempersoalkan hal ini. Ia melihat,
pada zamannya akal telah digunakan secara terlalu bebas, telah digunakan sampai
diluar batas kemampuan akal. Hasilnya ialah kekacauan pemikiran pada masa itu.
Manusia memperoleh pengetahuan filsafat dengan berpikir secara mendalam tentang
sesuatu yang abstrak. Mungkin juga objek pemikirannya sesuatu yang konkret,
tetapi yang hendak diketahuinya ialah bagian “di belakang” objek konkret
itu. Dus abstrak juga.
Secara mendalam artinya ia hendak mengetahui bagian yang abstrak sesuatu itu,
ia ingin mengetahui sedalam-dalamnya. Dikatakan mendalam tatkala ia sudah
berhenti sampai tanda tanya. Dia tidak dapat maju lagi, di situlah orang
berhenti, dan ia telah mengetahui sesuatu itu secara mendalam. Jadi jelas,
mendalam bagi seseorang belum tentu mendalam bagi orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar