Minggu, 25 Desember 2016

3 Film Filsafat Terbaik Sepanjang Masa

The Tree of Life
Memahami kehidupan bukanlah sesuatu yang mudah. Meski kita hidup di bumi yang sama namun masing-masing orang memiliki sisi pandang yang berbeda tentang hidup itu sendiri. Pengalaman masa kecil bisa jadi akan tetap membekas sampai ajal menjemput dan itulah yang dialami Jack (Sean Penn).
Saat masih kecil, Jack (Hunter Mckracken) melihat dunia ini dari mata ibunya (Jessica Chastain). Semuanya terlihat indah dan penuh kasih. Saat usia Jack bertambah, ayahnya (Brad Pitt) mulai menanamkan pendidikan yang sama sekali berbeda dengan apa yang ia dapatkan dari ibunya. Semua yang semula terlihat indah perlahan mulai pudar digantikan kesuraman.
Saat Jack telah dewasa, pengalaman masa kecil ini ternyata masih membekas kuat. Jack kehilangan pegangan. Dunia sudah berubah namun sesuatu yang ada di dalam diri Jack sepertinya tetap membelenggu. Pelan namun pasti Jack mulai memahami kehidupan itu sendiri dari sisi pandangnya. Ia mulai bisa memaafkan ayahnya yang selama ini ia benci dan perlahan melangkah menyusuri jalan hidupnya sendiri.
Ini film yang bukan sekedar bercerita. Selain menuturkan kisah perjalanan batin sosok Jack hingga ia memasuki masa dewasa, ada pesan yang ingin disampaikan Terrence Malick sebagai sutradara sekaligus penulis naskah. Dan Malick cukup jeli dalam menyampaikan pesan ini agar tak terlihat menggurui dengan serangkaian dialog dan narasi.
Pesan yang disampaikan Terrence Malick sebenarnya bukan pesan yang jauh dari kehidupan sehari-hari. Apa yang dikisahkan Malick adalah apa yang terjadi dalam kehidupan setiap manusia. Pergolakan batin, pencarian jati diri, dan kegalauan saat semua nilai yang ditanamkan sedari kecil mulai jadi setumpuk pertanyaan. Yang menarik, Malick mampu menuangkan kisah itu dengan cara yang sangat indah tanpa berkesan menggurui.
Tanpa harus merendahkan reputasi Brad Pitt dan Sean Penn, film ini adalah filmnya Hunter Mckracken. Bocah kecil ini bermain begitu natural, sama sekali tak berkesan sedang berakting di depan kamera. Konon ini adalah pengalaman akting pertama buat Hunter Mckracken. Di saat yang sama, Brad Pitt dan Jessica Chastain pun bermain sangat cemerlang meski sayangnya karakter yang diperankan Sean Penn sepertinya kurang tergarap dengan baik.
Sebagai bonus, Terrence Malick, menyampaikan kisah ini tidak hanya dengan rangkaian dialog. Dialog malahan bukan bagian paling banyak dari film drama ini. Visual dan musik latar justru memegang peran yang sangat penting dalam penuturan kisah kehidupan ini.

Irrational Man
Film Irrational Man (2015) disutradarai oleh Woody Allen yang juga merangkap sebagai penulis skenario, dengan pemain utama Emma Stone dan Joaquin Phoenix. Sudah tidak diragukan lagi bahwa Joaquin Phoenix, Ema Stone, dan Parker Posey adalah aktor/aktris yang sangat berbakat, mereka akan menarik perhatian pada Film Irrational Man yang akan mulai rilis pada 24 Juli 2015.
Film Irrational Man (2015) menceritakan tentang Abe Lucas (Joaquin Phoenix) yaitu seorang profesor filsafat yang mulai bekerja dan mengajar di perguruan tinggi sebuah kota kecil. Setibanya di kampus dia mulai berhubungan dengan Parker Posey seorang pemain dengan karakter fantasi-driven. Meskipun situasinya terlihat positif, namun sebenarnya dia berada di bawah depresi. "Saya tidak bisa menulis, aku tidak bisa bernafas. Aku tidak bisa mengingat alasan untuk hidup, dan ketika saya lakukan, itu tidak meyakinkan," (I can’t write, I can’t breathe. I couldn’t remember the reason for living, and when I did, it wasn’t convincing) keluhnya.
Hal itu tidak berlangsung lama, ketika dunia Abe bangkit kembali berkat kehadiran seorang mahasiswa cantik (Ema Stone). Keduanya masuk ke dalam hubungan yang pada akhirnya membawa pada instruktur kehidupan baru, tapi mengalami krisis eksistensial. Terlihat pada cuplikan video film ini bahwa mereka menikmati karnaval, mengkonsumsi alkohol, dan bermain dengan senjata, awalnya masih terlihat aman, walau mungkin ceritanya akan kelihatan sedikit kacau pada akhirnya....sepertinya film ini sangat menarik.

Mr. Nobody
Mr. Nobody mengisahkan tentang seorang laki-laki tua bernama Nemo Nobody (Jared Leto) yang sudah berusia 118 tahun di tahun 2092. Nemo adalah satu-satunya manusia yang masih bisa tumbuh secara normal. Karena di tahun 2092 semua manusia sudah bisa hidup abadi berkat bantuan teknologi super canggih. Suatu hari Nemo di wawancarai oleh seorang wartawan mengenai masa lalunya. Nemo pun menceritakan masa lalunya itu, salah satunya adalah mengenai bahwa Nemo yang menikah dengan tiga wanita; Anna (Diane Kruger), Elise (Sarah Polley), dan Jean (Linh-Dan Pham).
Film ini disutradarai oleh Jaco Van Dormael yang juga sekaligus menulis screenplay-nya. Mr. Nobody adalah sebuah film yang menggabungkanscience-fiction, drama, dan romance dalam satu film. Dan harus diakui tidak mudah untuk dapat benar-benar menikmati ataupun memahami kisahnya, karena Mr. Nobody bercerita secara non-linear atau tidak secara kronologikal yang runtun, dan itu ditambah lagi dengan durasi yang cukup menyebalkan yakni dua setengah jam. Tapi sebenarnya mudah saja jika kita menontonnya dengan teliti dan fokus. Ya, menonton Mr. Nobody seperti merangkai kepingan-kepingan puzzle yang teracak dimana-mana.
Inti dari cerita Mr. Nobody itu adalah tentang pilihan. Karakter Nemo yang disini diceritakan bisa membaca masa depan. Dan ketika suatu hari Nemo harus dihadapkan pada sebuah pilihan karena kedua orang tua bercerai: apakah harus ikut ayahnya atau ibunya? Nah mulai saat itulah Nemo mencoba membayangkan kemungkinan-kemungkinan apa yang akan terjadi. Bagaimana jika dia memilih ayahnya atau ibunya, atau bagaimana jika dia hidup bersama Anna, Elise, atau Jean. Pilihan-pilihan tersebut coba diperkirakan oleh Nemo akan seperti apa jadinya jika dia memilih pilihan-pilihan itu. Dan ketika dia tahu bahwa pilihan yang dia pilih itu salah, maka dia tidak akan mengulangi itu lagi. Dia pun terus mencoba kemungkinan-kemungkinan yang lain dari pilihan yang ia pilih. Sampai dia mendapatkan jalan atau pilihan yang tepat baginya.
Dari segi cerita, Mr. Nobody memang hadir unggul. Apalagi itu ditambah dengan selipan teori mengenai waktu dan alam semesta serta butterfly effect. Juga banyaknya simbolisme yang hadir disini, contohnya ketiga wanita yang dinikahi Nemo; Anna yang sering memakai pakaian berwarna merah melambangkan cinta, Elise sering memakai pakaian warna biru melambangkan depresi, dan Jean sering memakai pakaian berwarna kuning melambangkan ketamakan. Dari ketiga pemaknaan itu ternyata sesuai dengan hubungan mereka dengan Nemo.
Dari segi teknis, Mr. Nobody juga tampil tak kalah unggul. Mulai dari sinematografi cantik arahan Christophe Beaucarne yang ciamik. Selanjutnya editing dari Matyas Veress dan Susan Shipton yang sanggup merangkai gambar-gambarnya secara acak yang untungnya masih bisa dicerna dengan baik walau cukup membingungkan. Juga scoring-music gubahan Pierre Van Dormael yang apik. Visual efek di film ini juga luar biasa. Dari divisi akting, Jared Leto disini tampil cukup bagus. Sama halnya dengan para pemeran pendukungnya; Sarah Polley, Diane Kruger, Natasha Little (ibu Nemo), Rhys Ifans (ayah Nemo) hingga para actor mudanya Toby Regbo (Nemo 15 tahun) dan Juno Temple (Anna 15 tahun).
Secara keseluruhan Mr. Nobody adalah sebuah film drama-sci-fi yang bagus. Jaco Van Dormael berhasil menyuguhkan sebuah film dengan cerita yang cerdas tersaji secara non-linear dalam durasi 159 menitnya. Ini sebuah film yang memberikan kita tentang arti dari suatu pilihan. Bahwa ketika hendak memilih sesuatu, maka pikirkanlah baik-baik keputusan itu, jika salah maka kita tidak dapat mengembalikannya lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar