Kelahiran ilmu Filsafat
Islam dilatarbelakangi oleh adanya usaha penerjemahan naskah-naskah ilmu
filsafat ke dalam bahasa Arab yang telah dilakukan sejak masa klasik Tengah,
yang melahirkan filsuf besar muslim di belahan timur yang berpusat di Baghdad.
Menurut Ahmad Salabi dan Louis Ma’luf, ilmu filsafat Islam diketahui setelah
masa daulah Abasiah I (132-232 H), melalui penerjemahan dari buku filsafat
Yunani di daerah Laut Putih; Iskandariah, Anthakiah, dan Harran. Terlebih masa
Al-Makmun yang tertarik kemerdekaan berpikir (198-218 H) dan mengadakan
hubungan dengan raja Romawi, Bizantium yang dikenal sebagai kota al-hikmah,
pusat ilmu Filsafat.
Filsafat Islam
berkembang setelah umat Islam memiliki hubungan interaksi dengan dunia Yunani
untuk menerjemahkan kata hikmah yang ada dalam teks keagamaan Islam, seperti
al-Qur’an dan as-Sunnah. Orang-orang Islam berkenalan dengan ajaran Aristoteles
dalam bentuknya yang telah ditafsirkan oleh orang Syiria, sehingga masuknya
unsure Neoplatonisme. Namun, masih dapat dibenarkan melihat adanya pengaruh
khas Neoplatonisme dalam dunia pemikiran Islam, seperti dalam paham tasawuf.
Dengan demikian, tampak
jelas adanya hubungan bersifat akomodatif bahwa filsafat Yunani member modal
dasar dalam pelurusan berpikir yang ditopang oleh al-Qur’an sejak dulu. Secara
teologis, al-Quran sudah ada sejak azali, sehingga filsafat Yunani hanya
sebagai pembuka, sementara bahan-bahannya sudah ada dalam al-Qur’an.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar