Dalam filsafat
pendidikan dikenal beberapa aliran, antara lain Progresivisme,
Esensialisme, Perenialisme dan Rekonstruksionisme.
1. Aliran Progresivisme
Progresivisme
adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini
berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di
masa mendatang. Pendidikan harus berpusat pada anak bukannya memfokuskan pada
guru atau bidang muatan.
Progresivisme
mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia
itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi
masalah-masalah yang bersifat menekan mengancam adanya manusia itu sendiri (Barnadib,
1994:28). Oleh karena kemajuan atau progres ini menjadi suatu statemen
progresivisme, maka beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan
dipandang merupakan bagian utama dari kebudayaan yang meliputi ilmu-ilmu hayat,
antropologi, psikologi, dan ilmu alam.
Progresivisme berpendapat
tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut
progresivisme bersifat dinamis dan temporal;menyala. Tidak pernah sampai
pada yang paling eksterm, serta pluralistis. Menurut progresivisme, nilai
berkembang terus karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu
dengan nilai yang telah disimpan dalam kebudayaan. Belajar berfungsi untuk
mempertinggi taraf kehidupan sosial yang sangat kompleks. Kurikulum yang baik
adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu kurikulum yang setiap waktu dapat
disesuaikan dengan kebutuhan.
Progresivisme merupkan
pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar pada
kreativitas, aktivitas, belajar “naturalistik”, hasil belajar “dunia nyata”,
dan juga pengalaman teman sebaya.
Tokoh-tokoh
Aliran Progresivisme:
William
James (1842-1910)
James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti
juga aspek dari eksistensi organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai
kelanjutan hidup. Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau fikiran itu
dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam.
Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu jiwa prakonsepsi teologis, dan
menempatkannya da atas dasar ilmu prilaku.
John Dewey (1859-1952)
Teori Dewey tentang sekolah adalah progresivisme
yang lebih menekankan kepada anak didik dan minatnya dari pada mata
pelajarannya sendiri. Maka muncullah “Cild Centered Curiculum”, dan “Cild
Centered School”. Progresivisme mempersiapkan anak masa kini dibanding masa
depan yang belum jelas.
Hans Vaihinger (1852-1933)
Hans Vaihinger menurutnya tahu itu hanya mempunyai
arti praktis. Persesuaian dengan objeknya mungkin dibuktikan, satu-satunya
ukuran bagi berpikir ialah gunanya untuk mempengaruhi kejadian-kejadian
didunia.
Pandangan
Progresivisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
Anak didik diberikan kebebasan secara fisik maupun
cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang terpendam dalam
dirinya. Tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain. Oleh
karena itu aliran filsafat progresivisme tidak menyetujui pendidikan yang
otoriter. Sebab, pendidikan otoriter akan mematikan tunas-tunas para pelajar
untuk hidup sebagai pribadi-pribadi yang gembira menghadapi pelajaran. Dan
sekaligus mematikan daya kreasi baik secara fisik maupun psikis anak didik.
Filsafat progresivisme menghendaki jenis kurikulum
yang bersifat luwes (fleksibel) dan terbuka. Jadi kurikulum itu bisa diubah dan
dibentuk sesuai dengan zamannya. Sifat kurikulumnya adalah kurikulum yang dapat
direvisi dan jenisnya yang memadai, yaitu yang bersifat eksperimental atau tipe
Core Curriculum. Kurikulum
Dipusatkan pada pengalaman atau kurikulum
eksperimental didasarkan atas manusia dalam hidupnya selalu berinteraksi
didalam lingkungan yang komplek. Progresivisme
tidak menghendaki adanya mata pelajaran yang diberikan terpisah, melainkan
harus terintegrasi dalam unit. Dengan adanya mata pelajaran yang terintegrasi
dalam unit, diharapkan anak dapat berkembang secara fisik mauopun psikis dan
dapat menjangkau aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.
2. Aliran Esensialisme
Filsafat
Esensialisme adalah pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan yang
telah ada sejak awak peradaban umat manusia. Esensialisme memandang bahwa
pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan
lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata
yang jelas.
Dari
paparan diatas dapat disimpulkan bahwa prinsp-prinsip Esensialisme adalah:
Esesialisme
berakar pada ungkapn realisme objektif dan idealisme objektif yang
modern, yaitu alam semesta diatur oleh hokum alam sehingga tugas manusia
memahami hukum alam adalah dalam rangka penyesuaian diri dan pengelolaannya.
Sasaran
pendidikan adalah mengenalkan siswa pada karakter alam dan warisan budaya.
Pendidikan harus dibangun atas nilai-nilai yang kukuh, tetap dan stabil. Nilai
kebenaran bersifat korespondensi, berhubungan antara gagasan fakta secara
objektif. Bersifat konservatif (pelestarian budaya) dengan merfleksikan
humanisme klasik yang berkembang pada zaman renaissance.
3. Aliran Perenialisme
Di
zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis diberbagai bidang
kehidupan manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk mengembalikan
keadaan krisis ini, maka perenialisme memberikan jalan keluar yaitu berupa kembali
kepada kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan teruji
ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat
perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
Jelaslah
bila dikatakan bahwa pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kepada masa
lampau, karena dengan mengembalikan keadaan masa lampau ini,kebudayaan yang
dianggap krisis ini dapat teratasi melalui perenialisme karena ia dapat
mengarahkan pusat perhatiannya pada pendidikan zaman dahulu dengan sekarang.
Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses
mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang
berpengaruh baik teori maupun peraktek bagi kebudayaan dan pendidikan zaman
sekarang.
Dari
pendapat ini sangatlah tepat jika dikatakan bahwa perenialisme memandang
pendidikan itu sebagai jalan kembali yaitu sebagai suatu proses mengembalikan
kebudayaan sekarang (zaman modern) ini terutama pendidikan zaman sekarang ini
perlu dikembalikan ke masa lampau .
Perenialisme
merupakan aliran filsafat yang susunannya mempunyai kesatuan, dimana susunannya
itu merupakan hasil pikiran yang memberikan kemungkinan bagi seseorang untuk
bersikap tegas dan lurus. Karena itulah perenialisme berpendapat bahwa mencari
dan menemukan arah tujuan yang jelas merupakan tugas yang utama dari filsafat
khususnya filsafat pendidikan.
Setelah
perenialisme menjadi terdesak karena perkembangan politik industri yang cukup
berat timbullah usaha untuk bangkit kembali, dan perenialisme berharap agar
manusia kini dapat memahami ide dan cita filsafatnya yang menganggap filsafat
sebagai suatu azas yang komprehensif perenialisme dalam makna filsafat sebagai
satu pandangan hidup yang berdasarkan pada sumber kebudayaan dan
hasil-hasilnya.
Tokoh-Tokoh
Aliran Perealisme:
Aristoteles
Filsafat perenialisme terkenal dengan bahasa
latinnya Philosofhia Perenis. Pendiri utama dari aliran filsafat ini adalah
Aristoteles sendiri, kemudian didukung dan dilanjutkan St. Thomas Aquinas
sebagai pemburu dan reformer utama dalam abad ke-13.
Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan
aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar penyusunan
konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap ini bukanlah nostalgia (
rindu akan hal-hal yang sudah lampau semata-mata ) tetapi telah berdasarkan
keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan tersebut berguna bagi abad sekarang. Jika sikap untuk kembali kemasa lampau
itu merupakan konsep bagi perenialisme dimana pendidikan yang ada sekarang ini
perlu kembali kemasa lampau dengan berdasarkan keyakinan bahwa kepercayaan itu
berguna bagi abad sekarang ini.
Pandangan
Perealisme dan Penerapanya di Bidang Pendidikan
Ilmu pengetahuan merupakan filsafat yang tertinggi
menurut perenialisme, karena dengan ilmu pengetahuanlah seseorang dapat
berpikir secara induktif yang bersifat analisa. Jadi dengan berpikir maka
kebenaran itu akan dapat dihasilkan melalui akal pikiran. Menurut epistimologi
thomisme sebagian besarnya berpusat pada pengolahan tenaga logika pada pikiran
manusia. Apabila pikiran itu bermula dalam keadaan potensialitas, maka dia
dapat dipergunakan untuk menampilkan tenaganya secara penuh.
Jadi epistimologi dari perenialisme, harus memiliki
pengetahuan tentang pengertian dari kebenaran yang sesuai dengan realita
hakiki, yang dibuktikan dengan kebenaran yang ada pada diri sendiri dengan
menggunakan tenaga pada logika melalui hukum berpikir metode deduksi, yang
merupakan metode filsafat yang menghasilkan kebenaran hakiki.
Dengan pengetahuan, bahan penerangan yang cukup,
orang akan mampu mengenal faktor-faktor dengan pertautannya masing-masing
memahami problema yang perlu diselesaikan dan berusaha untuk mengadakan
penyelesaian masalahnya. Dengan demikian ia telah mampu mengembangkan suatu
paham.
Anak didik yang diharapkan menurut perenialisme
adalah mampu mengenal dan mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan
pengembangan disiplin mental. Karya-karya ini merupakan buah pikiran
tokoh-tokoh besar dimasa lampau. Berbagai buah pikiran mereka yang oleh zaman
telah dicatat menonjol dalam bidang-bidang seperti bahasa dan sastra, sejarah,
filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam dan lain-lainnya,
telah banyak yang mampu memberikan ilmunisasi zaman yang sudah lampau.
Dengan mengetahui tulisan yang berupa pikiran dari
para ahli yang terkenal tersebut, yang sesuai dengan bidangnya maka anak didik
akan mempunyai dua keuntungan yakni :
1) Anak
akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau yang telah dipikirkan oleh
orang-orang besar.
2) Mereka
telah memikirkan peristiwa-peristiwa dan karya-karya tokoh tersebut untuk diri
sendiri dan sebagai bahan pertimbangan ( reverensi ) zaman sekarang.
Jelaslah bahwa dengan mengetahui dan mengembangkan
karya-karya buah pikiran para ahli tersebut pada masa lampau, maka anak-anak
didik dapat mengetahui bagaimana pemikiran para ahli tersebut pada masa lampau,
maka anak-anak didik dapat mengetahui bagaimana peristiwa pada masa lampau
tersebut sehingga dapat berguna bagi mereka sendiri, dan sebagai bahan
pertimbangan pemikiran mereka pada zaman sekarang ini. Hal inilah yang sesuai
dengan aliran filsafat perenialisme tersebut.
Tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak
didik kearah kemasakan. Masak dalam arti hidup akalnya. Jadi akal inilah yang
perlu mendapat tuntunan ke arah kemasakan tersebut. Sekolah rendah memberiakn
pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan pengetahuan yang tradisional
seperti membaca, menulis dan berhitung anak didik memperoleh dasar penting bagi
pengetahuan-pengetahuan yang lain.
Sekolah sebagai tempat utama dalam pendidikan yang
mempersiapkan anak didik ke arah kemasakan melalui akalnya dengan memberikan
pengetahuan. Sedangkan sebagai tugas utama dalam pendidikan adalah guru-guru,
di mana tugas pendidikanlah yang memberikan pendidikan dan pengajaran (
pengetahuan ) kepada anak didik. Faktor keberhasilan anak dalam akalnya sangat
tergantung kepada guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.
4. Aliran Rekonstruksionisme
Kata
rekonstruksionisme dalam bahasa Inggris reconstruct yang berarti menyusun
kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan , aliran rekonstruksionisme adalah
suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dan membangun tata
susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Aliran rekonstruksionisme, pada
prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu hendak menyatakan krisis
kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut, memandang bahwa keadaan sekarang
merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran,
kebingungan dan kesimpangsiuran.
Walaupun
demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran rekonstruksionisme tidaklah sama
dengan prinsip yang dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya memepunyai visi
dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan
kebudayaan yang serasi dalam kehidupan. Aliran perenialisme memilih cara
tersendari, yakni dengan kembali ke alam kebudayaan lama atau di kenal dangan
regressive road culture yang mereka anggap paling ideal. Sedangkan itu aliran
rekonsruksinisme menempuhnya dengan jalan berupaya membina suatu konsensus yang
paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat
manusia.
Untuk
mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan antar
sesama manusia, yakni agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu
tatanan dan seluruh lingkungannya. Maka, proses dan lembaga pendidikan dalam
pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan membangun
tata susunan hidup kebudayaan yang baru, untuk mencapai tujuan utama tersebut
memerlukan kerjasama antar umat manusia.
Tokoh-Tokoh
Rekonstruksionisme:
Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru,
masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini : Caroline
Pratt, Geaoge Count, Harold Rugg.
Tempat
Asal Aliran Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan
progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum
progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah
masyarakat yang ada sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar