Latar
Belakang Filsafat Pendidikan
1.
Pengertian Filsafat
Kata
filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata philos yang
berarti cinta atau suka, dan sophia berarti pengetahuan atau kebenaran. Maka
philosophia adalah cinta pada pengetahuan/kebijakan/kebenaran. Sehingga kajian
dari filsafat adalah alam pikiran atau alam berpikir untuk menggali kebenaran
atau menggali hakekat sesuatu.
Definisi
yang lebih lengkap dari filsafat adalah ilmu tentang prinsip, ilmu yang
mempelajari dengan mempertanyakan secara radikal segala ralitas melalui
sebab-sebab terakhir, melalui asas-asasnya guna memperoleh pandangan (insight)
yang tepat mengenai realitas (W. Poespoprodjo, 1999). Definisi lain menyatakan
bahwa berfilsafat merupakan kegiatan berpikir manusia yang berusaha untuk
mencapai kebijakan dan kearifan. Filsafat berusaha merenungkan dan membuat
garis besar dari masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang pelik dari
pengalaman umat manusia. Dengan kata lain filsafat sampai kepada merangkum (sinopsis)
tentang pokok-pokok yang ditelaahnya (Uyoh Sadulloh, 2009).
Dari
definisi-definisi di atas, dapatlah diterapkan kriteria-kriteria berikut
terhadap berpikir secara filsafat:
1. Menyeluruh
Kaitan komponen dalam suatu cabang
ilmu, bahkan dengan pengetahuan lain, ditelaah secara mendalam, sehingga
semakin mendalam dan meluas pemahaman seseorang terhadap suatu fenomena, maka
semakin banyak pertanyaan memerlukan jawaban. Socrates berkata, “Yang saya tahu
adalah bahwa saya tidak tahu apa-apa.”
2. Fundamental
Berpikir filsafat adalah berpikir
secara fundamental (mendasar) sampai ke akar permasalahan (radix). Proses ini
mempertanyakan tentang mengapa ilmu disebut benar? Apa kriteria benar? Apakah
kriteria itu sendiri benar? Lalu, benar sendiri apa? Socrates mengemukakan
bahwa tugas filsafat bukanlah menjawab pertanyaan kita, namun mempersoalkan
jawaban yang diberikan oleh kita.
3. Spekulatif
Spekulatif menelusuri sebuah
lingkaran harus dimulai ari sebuah titik, tetapi titik mana? Filsafat harus
menentukan spekulasi mana yang dapat diandalkan dan mana yang tidak dapat
diandalkan. Tugas utama filsafat adalah menetapkan dasar-dasar yang dapat
diandalkan. Jadi, filsafat adalah dasar dari semua pengetahuan yang
mempersoalkan cara-cara mengetahui dan mengembangangkan pemikiran yang
mencakup: apa yang diketahui (ontologi), bagaimana cara mengetahui
(epistemologi), dan apa manfaat dari yang diketahui (aksiologi).
2.
Lapangan Filsafat
Immanuel
Kant mengajukan empat pokok pertanyaan yang harus dijawab oleh filsafat, yaitu:
1.
Apa yang boleh saya harapkan?
2.
Apa yang dapat saya ketahui?
3.
Apa yang harus saya perbuat?
4.
Apakah manusia itu?
Pertanyaan
pertama dapat dijawab oleh metafisika, pertanyaan kedua dijawab oleh
epistemologi, pertanyaan ketiga dijawab oleh etika, dan pertanyaan keempat
dijawab oleh filsafat antropologi.
Sidi
Gazalba (1973) dalam Uyoh Sadulloh (2009) mengemukakan bidang permasalahan
filsafat terdiri atas:
1.
Metafisika, dengan pokok-pokok masalah: filsafat hakikat atau ontologi,
filsafat alam atau kosmologi, filsafat manusia, dan filsafat ketuhanan atau
teodyce.
2.
Teori pengetahuan, yang mempersoalkan: hakikat pengetahuan, dari mana asal atau
sumber pengetahuan, bagamana membentuk pengetahuan yang tepat dan yang benar,
apa yang dikatakan pengetahuan yang benar, mungkinkah manusia mencapai
pengetahuan yang bendar dan apakah dapat diketahui manusia, serta sampai di
mana batas pengetahuan manusia.
3.
Filsafat nilai, yang membicarakan: hakikat nilai, di mana letak nilai, apakah
pada bendanya, atau pada perbuatannya, atau pada manusia yang menilainya,
mengapa terjadi perbedaan nilai antara seseorang dengan orang lain, siapakah
yang menentukan nilai, mengapa perbedaan ruang dan waktu membawa perbedaan
penilaian.
Selanjutnya
Butler (1957) mengemukakan beberapa yang dibahas dalam filsafat, yaitu:
1. Metafisika,
membahas: teologi, kosmologi, dan antropologi.
2. Epistemologi,
membahas: hakikat pengetahuan, sumber pengetahuan, dan metode pengetahuan.
3. Aksiologi,
membahas: etika dan estetika.
Alat-alat
yang digunakan dalam merumuskan dan mengklarifikasikan filsafat pendidikan,
adalah berkaitan dengan lapangan filsafat yang menjadi perhatian sentral bagi
guru: metafisika, epistemologi, aksiologi, etika, estetika, dan logika.
Masing-masing dari bidang ini memfokuskan pada salah satu pertanyaan yang
berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan Apakah hakekat dari realitas? Apakah
hakekat dari pengetahuan dan apakah kebenaran dapat dicapai? Menurut
nilai-nilai apakah seharusnya seseorang itu tinggal dalam kehidupan? Apakah
yang baik dan apakah yang buruk? Apakah hakikat dari kecantikan dan pengalaman?
Dan akhirnya apakah proses-proses nalar memberikan hasil-hasil yang valid
secara konsisten?
3.
Makna Pendidikan
Pendidikan
dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya,
yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan
dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungn sosial dan
lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Warisan
sosial merupakan bagian dari lingkugan masyarakat, merupakan alat bagi manusia
untuk pengembangan manusia yang terbaik dan inteligen, untuk meningkatkan
kesejahteraan hidupnya.
Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui
kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang
akan datang. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta
meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya
mewujudkan tujuan nasional.
Dari
pengertian di atas ada beberapa prinsip dasar tentang pendidikan yang
dilaksanakan:
Pertama,
bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup. Usaha pendidikan sudah dimulai sejak
manusia lahir dari kandungan ibunya sampai tutup usia, sepanjang ia mampu
menerima pengaruh dan dapat mengembangkan dirinya. Suatu konsekuensi dari
konsep pendidikan sepanjang hayat adalah, bahwa pendidikan tidak identik dengan
persekolahan. Pendidikan akan berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah,
dan masyarakat.
Kedua,
bahwa tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama semua manusia.
Pemerintah, masyarakat, harus berusaha semaksimal mungkin agar pendidikan mencapai
tujuan yang ditetapkan.
Ketiga,
bagi manusia pendidikan merupakan suatu keharusan karena dengan pendidikan
manusia akan memiliki suatu kemampuan dan kepribadian yang berkembang, yang
disebut manusia seluruhnya. Pendidikan pada dasarnya suatu hal yang tidak dapat
dielakkan oleh manusia, suatu perbuatan yang tidak boleh tidak terjadi, karena
pendidikan itu membimbing generasi muda untuk mencapai suatu generasi yang
lebih baik.
Dari
tiga prinsip di atas, tersirat pesan bahwa pendidikan merupakan proses
transformasi nilai dari generasi ke generasi berikutnya. Proses transformasi
nilai ini dilakukan melalui kegiatan mendidik, mengajar, dan melatih. Maka,
dalam pelaksanaannya, ketiga kegiatan tersebut harus berjalan secara terpadu
dan berkelanjutan serta serasi dengan perkembangan peserta didik dan lingkungan
hidupnya.
Nilai-nilai
yang akan kita transformasikan tersebut mencakup nilai-nilai religi,
nilai-nilai kebudayaan, nilai-nilai sains dan teknologi, nilai-nilai seni, dan
nilai keterampilan. Nilai-nilai yang ditransformasikan tersebut dalam rangka
mempertahankan, mengembangkan, bahkan kalau perlu mengubah kebudayaan yang
dimiliki masyarakat. Maka, di sini pendidikan akan berlangsung dalam kehidupan.
4.
Filsafat Pendidikan
Filsafat,
selain memiliki lapangan tersendiri, ia memikirkan asumsi fundamental
cabang-cabang pengetahuan lainnya. Apabila filsafat berpalilng perhatiannya
pada sains, maka akanlahir filsafat sains. Apabila filsafat menguji konsep
dasar hukum, maka akan lahir filsafat hukum. Dan, apabila filsafat berhadapan
dan memikirkan pendidikan, maka akan lahirlah filsafat pendidikan.
Al-Syaibany (1979) dalam Uyoh Sadulloh (2009) menyatakan bahwa filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan. Filsafat itu mencerminkan satu segi dari segi pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan-kepercayaan yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis.
Al-Syaibany (1979) dalam Uyoh Sadulloh (2009) menyatakan bahwa filsafat pendidikan adalah pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan. Filsafat itu mencerminkan satu segi dari segi pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan-kepercayaan yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan secara praktis.
Filsafat
pendidikan bersandarkan pada filsafat formal atau filsafat umum. Dalam arti
bahwa masalah-masalah pendidikan merupakan karakter filsafat. Masalah-masalah
pendidikan akan berkaitan dengan masalah-masalah filsafat umum, seperti:
a) Hakikat
kehidupan yang baik, karena pendidikan akan berusaha untuk mencapainya;
b) Hakikat
manusia, karena manusia merupakan makhluk yang menerima pendidikan;
c) Hakikat
masyarakat, karena pendidikan pada dasarnya merupakan suatu proses sosial;
d) Hakikat
realitas akhir, karena semua pengetahuan akan berusaha untuk mencapainya.
Selanjutnya
al-Syaibany (1979) mengemukakan bahwa terdapat beberapa tugas yang diharapkan
dilakukan oleh seorang filsuf pendidikan, di antaranya:
a) Merancang
dengan bijak dan arif untuk menjadikan proses dan usaha-usaha pendidikan pada
suatu bangsa;
b) Menyiapkan
generasi muda dan warga negara umumnya agar beriman kepada Tuhan dengan segala
aspeknya;
c) Menunjukkan
peranannya dalam mengubah masyarakat, dan mengubah cara-cara hidup mereka ke arah
yang lebih baik;
d) Mendidik
akhlak, perasaan seni, dan keindahan pada masyarakat dan menumbuhkan pada diri
mereka sikap menghormati kebenaran, dan cara-cara mencapai kebenaran tersebut.
Filsuf pendidikan harus memiliki pikiran yang benar, jelas, dan menyeluruh
tentang wujud dan segala aspek yang berkaitan dengan ketuhanan, kemansiaan,
pengetahuan kealaman, dan pengetahuan sosial. Filsuf pendidikan harus pula
mampu memahami nilai-nilai kemanusiaan yang terpancar pada nilai-nilai
kebaikan, keindahan, dan kebenaran.
Keneller (1971) menyebutkan filsafat pendidikan
merupakan aplikasi filsafat dalam lapangan pendidikan. Seperti halnya filsafat,
filsafat pendidikan dapat dikatakan spekulatif, preskriptif, dan analitik.
Filsafat pendidikan dikatakan spekulatif karena
berusaha membangun teori-teori hakikat manusia, hakikat masyarakat, hakikat
dunia, yang sangat bermanfaat dalam menafsirkan data-data sebagai hasil
penelitian sains yang berbeda.
Filsafat dikatakan preskriptif apabila filsafat
pendidikan menentukan tujuan-tujuan yang harus diikuti dan dicapainya, dan
menentukan cara-cara yang tepat dan benar untuk digunakan dalam mencapai tujuan
tersebut. Pendidikan yang bedasarkan pada falsafah Pancasila yang dituangkan
dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 adalah preskriptif. Karena, secara
tersurat menentukan tujuan pendidikan yang akan dicapai. Pendidikan yang
berdasarkan Pancasila juga menentukan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut,
dengan melalui jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah, dilengkapi pula
dengan aturan-aturan yang berkaitan dengan pelaksanaannya.
Filsafat pendidikan dikatakan analitik, apabila
filsafat pendidikan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan spekulatif dan
preskriptif. Misalnya menguji rasionalitas yang berkaitan dengan ide-ide atau
gagasan-gagasan pendidikan, dan menguji bagaimana konsistensinya dengan gagasan
lain. Misalnya kita memperkenalkan konsep Cara Belajar Siswa Aktif. Kita kaji
konsep tersebut dengan menganalisis dari sudut pandang falsafah Pancasila.
Filsafat pendidikan analitik menguji secara logis konsep-konsep pendidikan,
seperti apa yang dimaksud dengan Pendidikan Dasar 9 Tahun, Pendidikan Akademik,
Pendidikan Seumur Hidup, dan sebagainya.
5.
Pentingnya Filsafat Pendidikan
Cara
kerja dan hasil filsafat dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah hidup dan
kehidupan manusia, di mana pendidikan merupakan salah satu aspek dari kehidupan
tersebut, karena hanya manusialah yang dapat melaksanakan pendidikan. Oleh
karena itu, pendidikan membutuhkan filsafat. Mengapa pendidikan membutuhkan
filsafat? Karena masalah-masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan
pendidikan, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul
masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak
terbatasi oleh pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan yang faktual, tidak
memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan.
Seorang
guru, baik sebagai pribadi maupn sebagai pelaksana pendidikan, perlu mengetahui
filsafat dan filsafat pendidikan karena tujuan pendidikan senantiasa
berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun
masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan. Pendidikan tidak dapat dimengerti
sepenuhnya tanpa mengetahui tujuan akhirnya. Tujuan akhir pendidikan perlu
dipahami dalam kerangka hubungannya dengan tujuan hidup tersebut, baik tujuan
individu maupun tujuan kelompok. Guru sebagai pribadi, memiliki tujuan dan
pandangan hidupnya. Guru sebagai warga masyarakat atau warga negara memiliki
tujuan hidup bersama.
Hubungan
filsafat dengan pendidikan dapat kita ketahui, bahwa filsafat akan menelaah
suatu realitas dengan lebih luas, sesuai dengan ciri berpikir filsafat, yaitu
radikal, sistematis, dan universal. Konsep tentang dunia dan pandangan tentang
tujuan hidup tersebut akan menjadi landasan dalam menyusun tujuan pendidikan.
Filsafat pendidikan harus dapat menjawab empat pertanyaan pendidikan secara menyeluruh, yaitu:
Filsafat pendidikan harus dapat menjawab empat pertanyaan pendidikan secara menyeluruh, yaitu:
1) Apakah
pendidikan itu?
2) Mengapa
manusia harus melaksanakan pendidikan?
3) Apakah
yang seharusnya dicapai oleh pendidikan?
4) Dengan
cara bagaimana cita-cita pendidikan yang tersurat maupun yang tersirat dapat
dicapai?
Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman
kepada para perencana pendidikan, dan orang-orang yang bekerja dalam bidang
pendidikan. Hal tersebut akan mewarnai perbuatan mereka secara arif dan bijak,
menghubungkan usaha-usaha pendidikannya dengan falsafah umum, falsafah bangsa
dan negaranya. Pemahaman akan filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari
perbuatan meraba-raba, mencoba-coba tanpa rencana dalam menyelesaikan
masalah-masalah pendidikan.
Filsafat pendidikan juga secara vital berhubungan
dengan pengembangan semua aspek pengajaran. Dengan menempatkan filsafat
pendidikan pada tataran praktis, para guru dapat menemukan berbagai pemecahan
pada banyak permasalahan pendidikan. Lima tujuan filsafat pendidikan dapat
mengklarifikasi bagaimana dapat berkontribusi pada pemecahan-pemecahan
tersebut:
a. Filsafat
pendidikan terkait dengan peletakan suatu perencanaan, apa yang dianggap
sebagai pendidikan terbaik secara mutlak.
b. Filsafat
pendidikan berusaha memberikan arah dengan merujuk pada macam pendidikan yang
terbaik dalam suatu konteks politik, sosial, dan ekonomi.
c. Filsafat
pendidikan dipenuhi dengankoreksi pelanggaran-pelanggaran prinsip dan kebijakan
pendidikan.
d. Filsafat
pendidikan memusatkan perhatian pada isu-isu dalam kebijakan dan praktek
pendidikan yang mensyaratkan resolusi, baik dengan penelitian empiris ataupun
pemeriksaan ulang rasional.
e. Filsafat
pendidikan melaksanakan suatu inkuiri dalam keseluruhan urusan pendidikan
dengan suatu pandangan terhadap penilaian, pembenaran, dan pembaharuan
sekumpulan pengalaman yang penting untuk pembelajaran.
Terdapat suatu hubungan yang kuat antara perilaku
seorang guru dengan keyakinannya mengenai pengajaran dan pembelajaran, siswa,
pengetahuan, dan apa yang bermanfaat untuk diketahui. Terlepas di mana
seseorang berdiri berkenaan dengan kelima dimensi pengajaran tersebut, guru
harus tahu perlunya merefleksikan secara berkelanjutan pada apa yang ia sangat
yakini dan kenapa ia meyakininya.Dari uraian di atas terlihat bahwa peranan
guru yang strategis, karena di tangannya terletak nasib generasi penerus,
mengharuskan para guru memahami hakikat nilai, etika, estetika, sains, teologi,
alam (kosmos), pendidikan, dan hakikat anak didik. Pemahaman terhadap lapangan filsafat
memberikan panduan dan dapat menumbuhkan keyakinan terhadap misi pendidikan
yang diembannya sehingga tercipta perilaku mengajar yang lebih bermakna dan
lebih bermanfaat bagi peserta didik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar