Kamis, 01 Desember 2016

Hubungan Filsafat dan Pendidikan

Hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan sangatlah penting sebab ia menjadi dasar, arah dan pedoman suatu sistem pendidikan. Menurut Jalaludin & Idi (2007: 32) filsafat pendidikan merupakan aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan dan mengharmoniskan serta menerangkan nilai-nilai dan tujuan yang ingin di capai.
Menurut Jalaludin & Idi (2007: 32) hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan adalah:
1.      Filsafat merupakan suatu cara pendekatan yang dipakai untuk memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan.
2.      Filsafat berfungsi memberi arah terhadap teori pendidikan yang memiliki relevansi dengan kehidupan yang nyata.
3.      Filsafat, dalam hal ini fisafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan.
Filsafat mengadakan tinjauan yang luas mengenai realita, maka dikupaslah antara lain pandangan dunia dan pandangan hidup. Konsep-konsep mengenai ini dapat menjadi landasan penyusunan konsep tujuan dan metodologi pendidik. Disamping itu, pengalaman pendidik dalam menuntut pertumbuhan dan perkembangan anak akan berhubungan dan berkenaan dengan realita. Semuanya itu dapat disampaikan kepada filsafat untuk dijadikan bahan-bahan pertimbangan dan tinjauan untuk memperkembangkan diri.
Hubungan filsafat dengan filsafat pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Filsafat mempuyai objek lebih luas, sifatnya universal. Sedangkan filsafat pendidikan objeknya terbatas dalam dunia filsafat pendidikan saja.
2.      Filsafat hendak memberikan pengetahuan/pendidikan atau pemahaman yang lebih mendalam dan menunjukkan sebab-sebab, tetapi yang tak begitu mendalam.
3.      Filsafat memberikan sintesis kepada filsafat pendidikan yang khusus, mempersatukan dan mengkoordinasikannya.
4.      Lapangan filsafat mungkin sama dengan lapangan filsafat pendidikan tetapi sudut pandangannya berlainan.
Filsafat sebagai ilmu karena di dalam pengertian filsafat mengandung empat pertanyaan ilmiah, yaitu: bagaimanakah, mengapakah, kemanakah, dan apakah. Pertanyaan bagaimana menanyakan sifat-sifat yang dapat ditangkap atau yang tampak oleh indera. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya bersifat deskripsi (penggambaran) Pertanyaan mengapa menanyakan tentang sebab (asal mula) suatu objek. Jawaban atau pengetahuan yang diperolehnya bersifat kausalitas (sebab akibat). Pertanyaan ke mana menanyakan tentang apa yang terjadi dimasa lampau, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Jawaban yang diperoleh ada tiga jenis pengetahuan, yaitu: Pertama, pengetahuan yang timbul dari hal-hal yang selalu berulang-ulang (kebiasaan), yang nantinya pengetahuan tersebut dapat dijadikan sebagai pedoman. Kedua, pengetahuan yang timbul dari pedoman yang terkandung dalam adat istiadat/kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Ketiga, pengetahuan yang timbul dari pedoman yang dipakai (hukum) sebagai suatu hal yang dijadikan pegangan. Tegasnya pengetahuan yang diperoleh dari jawaban kemanakah adalah pengetahuan normatif. Pertanyaan apakah yang menanyakan tentang hakikat atau inti mutlak dari suatu hal. Hakikat ini sifatnya sangat dalam (radix) dan tidak lagi bersifat empiris, sehingga hanya dapat dimengerti oleh akal. Lebih lanjut Kilpatrick dalam bukunya “Philosophy of Education”, menjelaskan bagaimana hubungan filsafat dengan pendidikan sebagai berikut: “Berfilsafat dan mendidik adalah dua fase dalam satu usaha; berfilsafat adalah memikirkan dan mempertimbangkan nilai-nilai dan cita-cita yang lebih baik, sedangkan mendidik adalah usaha merealisasikan nilai-nilai dan cita-cita itu dalam kehidupan, dalam kepribadian manusia. Mendidik adalah mewujudkan nilai-nilai yang dapat disumbangkan oleh filsafat, dimulai dengan generasi muda; untuk membimbing rakyat membina nilai-nilai di dalam kepribadian mereka, dan dengan cara ini pula cita-cita tertinggi suatu filsafat dapat terwujud dan melembaga di dalam kehidupan mereka.” Dengan demikian jelaslah bahwa filsafat dan pendidikan itu tidak dapat dipisahkan. Dalam hal ini filsafatlah yang menetapkan konsep, ide-ide dan idealisme atau ideologi yang dibutuhkan sebagai dasar/landasan dan tujuan pendidikan. Dan pendidikan merupakan usaha yang mengupayakan agar ide-ide tersebut menjadi kenyataan, tindakan, tingkah laku, dan bahkan membina kepribadian.
Atas dasar pemahaman itu, maka filsafat Pancasila selain diakui sebagai dasar dan ideologi negara dan pandangan hidup bangsa, tetapi juga Pancasila dijadikan filsafat dan dasar pendidikan di Indonesia. Sebagai dasar dan filsafat pendidikan berarti Pancasila harus dijadikan landasan pemikiran dan dasar pertimbangan dalam merumuskan kebijakan-kebijakan dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia; dan juga harus dijadikan dasar pijakan/moral bagi pendidik (menjadi filsafat pendidik) di dalam melaksanakan kegiatan pendidikan atau kegiatan belajar mengajar di sekolah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar