Terlukiskan dari
pemaparan Siti Maryam, dalam bukunya Rasionalitas pengalaman Sufi, di halaman
11-13, bahwa pengaruh Filsafat Yunani terhadap arus pemikiran Islam itu
sangatlah besar dan tidak dapat disangkal.
Setelah mengenyam
pikiran-pikiran Yunani dan beberapa sisi kebudayaan Persia Kuna yang dapat
mereka temukan, mereka meninggalkan jejak yang tidak dapat dihapus dalam
sejarah pemikiran Islam. Banyak bintang pemikir utama, pada masa Abbasiah,
berasal dari persia. Ahli bahasa terbesar Sibawaih ( w. 793 M); filsuf terbesar
Ibnu Sina (W. 1037 M); tabib terbesar ar Razi (W. 925 M) dan teolog terbesar al
Ghazali (W. 111 M) adalah sedikit contoh tokoh Islam dari Persia.
Jelas sekali, dalam
catatan sejarah al Farabi menyalin karya-karya Aristoteles – Guru Besar
Filsafat Yunani – itu ke dalam bahasa Arab, terutama dalam bidang ilmu logika
yang dalam bahasa Arab oleh al Farabi disebut sebagai ilmu al Mantiq. Kemudian
ilmu Mantiq ini bisa kita temukan diajarkan di pesantren-pesantren yang ada di
tanah jawa hingga zaman sekarang. Ini merupakan contoh yang jelas dan nyata,
bagaimana besarnya pengaruh pemikiran Yunani ke dalam pemikiran Islam.
Atas besarnya pengaruh
Filsafat Yunani menimbulkan reaksi keras terhadap sebagian kaum muslimin.
Mereka tidak sepakat dengan adanya pengaruh itu. Mereka berpikir, seharusnya
Islam bersih dari pengaruh-pengaruh dari luar. Karena Islam agama yang
sempurna, tidak membutuhkan ilmu apapun dari luar untuk melengkapi atau
membuktikan kebenaran Islam. Islam sudah lengkap dan dapat membuktikan
kebenarannya sendiri. oleh karena itu, Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah menulis
sebuah buku berjudul “Ketangkasan Ahli Iman dalam Menangkis Logika Yunani”.
Selain itu, besarnya
pengaruh filsafat Yunani terhadap arus pemikiran Islam menimbulkan tuduhan dari
pihak Barat bahwa peradaban Islam hanya berkembang karena pengaruh filsafat
Yunani. Ini artinya adanya kebergantungan Islam terhadap Filsafat Yunani. Atas
tuduhan ini, Imam Khamaeni menyangkal, karena menurut beliau filsafat telah
muncul sejak manusia dan nabi pertama diciptakan. Filsafat berkembang bersama
berkembangnya manusia itu sendiri. Dalam hal ini, Imam Khomaeni sejalan dengan
Ibnu Taimiyah tentenga kesempurnaan Islam, tidak butuh pada sumbangan pihak
luar untuk berkembang. Tetapi, Imam Khomaeni berbeda dalam bebepada hal dengan
Ibnu Taimiyah, karena Imam Khomaeni tidak mengatakan bahwa menolak Logika Yunani
sebagai suatu keharusan.
Ketika Ibnu Taimiyah
berpandangan bahwa masuknya ajaran Aristoteles ke dalam arus pemikiran Islam
dianggap sebagai “ancaman yang berbahaya”, sementara Imam Khomaeni tidak
menganggapnya demikian. Bahkan bisa jadi, Imam Khomaeni – sebagai pemimpin
besar kaum syiah – menganggap segenap Filsafat Yunani itu merupakan bagian dari
“muatan ajaran Islam”, karena sebagaimana kita ketahui banyak para ulama syiah
yang berkeyakinan bahwa para Filsuf Yunani itu merupakan para nabi Allah.
Bandingkan perbedaannya dengan ibnu Taimiyah, yang bahkan mengeluarkan Fatwa
Haram mempelajari logika sebagai produk dari fislafat Yunani itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar