Mau jadi guru? Ternyata
jadi guru itu tidak segampang yang dibayangkan. Awalnya saya berasumsi bahwa
menjadi guru itu adalah hal yang mudah karena sudah ada panduan, tinggal
memberikan instruksi ke murid lalu tunggu mereka selesai mengerjakan, pulang ke
rumah tidak sampai larut malam seperti pekerja lainnya, bahkan bisa menjalankan
pekerjaan yang lain. Namun asumsi saya salah besar.
Guru
Secara formal, guru adalah seorang pengajar di sekolah yang
memiliki kemampuan berdasarkan latar belakang pendidikan formal minimal
berstatus sarjana, dan telah memiliki ketetapan hukum yang sah sebagai
guru berdasarkan undang-undang guru dan dosen yang berlaku di Indonesia.
Guru adalah seorang pendidik sebagai insan yang mulia dan berjasa. Karena merekalah yang bertanggungjawab mendidik manusia untuk melahirkan generasi yang cerdas dan cakap serta sanggup melaksanakan tugas
terhadap diri, keluarga, masyarakat dan negara. Guru memiliki beberapa peranan, yakni sebagai pendidik, pembimbing dan pendorong. Dia juga penyampai
ilmu, penggerak dan penasihat. Ini berarti, guru atau pendidik mempunyai tugas dan tanggungjawab
yang berat. Oleh karena itu guru bukanlah profesi sembarangan, di tangan merekalah masa depan
murid dipertaruhkan.
Tugas seorang guru adalah mengubah
orang yang bodoh menjadi orang yang pintar, mengubah yang tadinya tidak tahu menjadi tahu. Selain itu tingkah lakunya menjadi panutan bagi semua orang. Inilah yang
menjadi nilai lebih profesi ini dibandingkan dengan profesi lain, benar-benar
istimewa bekerja sebagai guru.
Kedudukan guru merupakan kedudukan yang dihormati sebagai pembimbing di
dalam keilmuan sehingga menjadi penyemangat dan inspirasi bagi muridnya untuk
memilih bidang pekerjaan yang akan ditekuninya di masa depan. Banyak tokoh-tokoh besar di dunia siapapun itu, mereka tidak akan seperti
itu kalau tidak dididik oleh seorang guru yang hebat. Guru bangga jika melihat anak didiknya melampaui
capaiannya, karena ia telah berhasil berbuat sesuatu yang berguna bagi semua
orang dengan ilmunya.
Kemajuan sebuah bangsa pun ditentukan oleh kemampuan para
pendidiknya. Tanpa figur pendidik, mungkin bangsa Indonesia tidak akan dapat
menikmati hasil jerih payah putra-putri bangsa yang sudah mendorong
perkembangan tersebut. Pencapaian Indonesia hingga saat ini tidak terlepas dari
peran guru yang telah membimbing anak muridnya menjadi manusia dewasa dan
berperan aktif dalam pembangunan Indonesia.
Guru juga dianggap sebagai pahlawan pembangunan, karena di
tangan mereka akan lahir pahlawan-pahlawan pembangunan yang akan mengisi
ruang-ruang publik di negeri ini. Guru yang ideal, bukan sekedar guru yang
memenuhi syarat-syarat teknik: seperti pintar, pandai, atau pakar di bidang
ilmu yang dimiliki; melainkan yang jauh lebih penting dari itu semua, guru
harus bisa menempatkan dirinya sebagai "agent of change".
Kebanggan dan kepuasan menjadi seorang guru ialah melakukan suatu pekerjaan mulia untuk memberikan ilmu kepada anak
bangsa sehingga nantinya mereka akan menjadi manusia yang lebih baik serta mendapatkan pahala yang tak pernah berhenti mengalir untuk seorang guru yang telah
berjasa dalam mencerdaskan dan mendidik anak-anak tersebut walaupun guru
tersebut telah tiada.
Tantangan
Terlepas
dari itu, perlu diketahui bahwa menjadi seorang guru adalah sebuah tantangan yang
sangat berat yang harus dilalui dengan penuh kesabaran dan komitmen yang
tinggi. Salah satunya bagaimana kita dihadapkan dengan sebuah karakter yang
berbeda dan bagaimana kita dapat mendidik dari perbedaan karakter, namun
seorang guru dituntut dapat mengemban tugas untuk mencerdaskan anak bangsa,
sehingga hal ini menuntut seorang guru untuk memiliki jiwa sebagai seorang
pendidik. Seorang guru harus menjadi
bagian penting dalam perkembangan anak didiknya dan harus mampu memahami karakter setiap anak didiknya sehingga dapat menjalin
keakraban dan kebersamaan yang nantinya dapat membantu dalam proses mendidik
dan mengajarkan ilmu kepada siswa dan pada akhirnya dapat memotivasi dan
mendorong siswanya untuk dapat meraih cita-cita yang diimpikan.
Menjadi
seorang guru tidak hanya sekedar lulusan sarjana pendidikan atau magister
pendidikan, tapi lebih dari itu ada kompetensi-kompetensi lain yang juga harus
di penuhi. Ada empat kompetensi yang harus dikembangkan yaitu kompetensi
profesional, pedagogik, individual dan sosial.
Menjalani
keseharian sebagai seorang guru di sekolah, berarti harus berani menyembunyikan
perasaan susah, sedih, lelah yang sedang dirasakan. Di depan siswa semua harus
terlihat baik-baik saja. Karena siswa tidak akan senang jika melihat wajah gurunya
penuh dengan masalah di depan mereka. Apalagi latar belakang keluarga mereka
juga berbeda-beda. Kalau mereka datang dari keluarga mainstream, tidak
akan ada masalah baru. Tapi di tempat saya mengajar saat itu, kebanyakan
peserta didik berasal dari keluarga antimainstream. Jadi, guru
tidak boleh tampil penuh masalah karena akan berdampak menambah masalah.
Begitu
banyak tugas dan tanggung jawab seorang guru. Tidak hanya cukup selesai sampai
di ruang kelas atau lingkungan sekolah. Selesai tugas mengajar ada tugas
perencanaan yang harus disiapkan untuk hari berikutnya. Seperti membuat RPP
sebelum mengajar, mengoreksi tugas
murid, membuat media pembelajaran, dan harus mengikuti program peningkatan mutu
berupa workshop, belum lagi kalau ada sederet kegiaatan lain.
Profesi
guru ternyata tidak bisa seenaknya kita bawa. Kalau pangkat guru sudah melekat,
segala perilaku, tingkah polah, dan ucapan baik secara langsung atau tidak akan
dipantau oleh masyarakat. Dari mulai dibangku kuliah pun, semua itu sudah
dibiasakan. Misalnya seperti dari cara
berpakaian, cara berbicara, tidak boleh makan minum sambil berdiri, dan lain
sebagainya. Karena seorang guru akan menjadi panutan bagi peserta didiknya dari
ujung kepala hingga ujung kaki.
Setelah
dipikir-pikir, ternyata kontrak kerja guru itu bukan 5-7 jam sehari,
tetapi lebih dari itu atau bahkan full 24 jam. Sehari penuh, artinya
selepas pulang mengajar, tingkah laku guru akan menjadi cerminan
murid-muridnya. Percaya atau tidak ini memang benar
bahwa apa yang guru lakukan akan berdampak pada kinerja dan tingkah laku anak
didik. Bahkan ada pepatah “guru kencing berdiri murid kencing berlari”.
Coba
ingat dan cermati kejadian di kelas. Saya yakin seorang guru pernah mengalami
kejadian betapa sulitnya mengarahkan si A yang petakilan, lompat sana lompat
sini, usil terhadap teman, dan belum bisa memahami materi. Lain lagi dengan si
B, yang malas untuk belajar. Ada si C yang sering berbicara sendiri, asik
sendiri. Ada
juga yang gampang nangis, hanya karena hal yang sederhana. Mungkin masih ada
lagi segudang tantangan yang dihadapi guru di kelas. Ternyata banyak PR guru
dan tantangan yang harus diselesaikan.
Ketika
seorang memutuskan menjadi seorang guru, maka sejak saat itu ia telah
berkomitmen untuk memikul tanggung jawab dalam mendidik para generasi muda.
Mereka meluangkan hampir sebagian besar hidupnya untuk belajar dan mengajar
supaya anak didik mereka sukses dalam belajar dan sukses dalam hidup. Bahkan
masyarakat percaya bahwa guru-guru di sekolah akan mampu membuat anak-anak
mereka menjadi orang sukses. Kalau seandainya gagal mereka menghujat bahwa
gurunya tidak becus mendidik. Apakah hal yang seperti ini mudah? Tidak! Ini
sangat sulit bagi guru. Guru juga manusia, ia sama dengan orang-orang
kebanyakan yang punya masalah, punya kebutuhan. Tapi di lain pihak ia harus
menjalankan tugasnya yang menurut saya tugas yang mereka pikul sangat berat.
Melihat tantangan seberat itu, saya sempat bertanya pada diri
saya sendiri. Apakah saya bisa? Hingga pada akhirnya, yang dibutuhkan adalah
penguatan dari dalam diri sendiri. Bahwa mengenai tugas seorang guru adalah
tugas mulia, tugas yang berat, karena lewat gurulah calon-calon pemimpin bangsa
akan dibentuk. Lewat karakter yang selalu ditanamkan, lewat etika, moral dan
akhlak yang selalu ditekankan. Semoga saja saya akan bisa berproses menjadi
guru yang menginspirasi dan memotivasi untuk selalu bergerak kearah kebaikan. Toh, Allah
SWT sudah menjanjikan “bersama kesulitan pasti ada kemudahan.”
Kesejahteraan
Memang benar kesejahteraan guru saat ini
memang lebih terjamin. Terlebih karena adanya sertifikasi. Namun itu hanya guru
pegawai negeri. Saat guru pegawai negeri sudah bisa menghela nafas lega, masih
ada pendidik lain yang hanya bisa gigit jari yaitu guru honorer. Banyak janji
dan wacana pemerintah memperbaiki kesejahteraan guru honorer, tapi nyatanya
nasib mereka masih begitu-begitu saja.
Ada yang pernah berkata pada saya kalau
ingin kaya harta, hindarilah pekerjaan guru. Menjadi guru tidak akan menjadikan
seseorang kaya harta, melainkan kaya pengalaman. Kesejahteraan
guru yang masih berstatus honorer masih memperihatinkan. Imbalan yang
diperoleh oleh guru tidak sebanding dengan resiko dan kerja
kerasnya. Saat saya sedang observasi dan praktik mengajar disekolah,
tidak sengaja saya melihat daftar gaji guru di SD tersebut pada selembaran kertas. Saya melihat gaji
guru honorer hanya 700.000, bahkan ada yang hanya mendapat upah 500.000. Kemudian
saya bertanya pada saudara saya yang kebetulan guru SD juga. Ternyata sampai
saat ini jam mengajar guru di sekolah tidak dihitung setiap kali mengajar,
namun 1 minggu mengajar untuk perhitungan 1 bulan. Misalkan seorang guru
dibayar 20.000 untuk 1 jam pelajaran (35 menit), seminggu mengajar 35 jam, maka
gaji yang diterimanya mengajar selama 1 bulan adalah 700.000 (20.000 x 35 jam),
tidak dikali 4 minggu. Tidak heran, banyak guru yang harus mencari tambahan mulai
dari mengajar di beberapa sekolah, membuka jasa pelajaran tambahan atau les,
hingga mencari pekerjaan sampingan lainnya harus dilakukan untuk memperoleh
pendapatan yang layak. Waktu kerja tak menentu. Kesibukannya mungkin tak kalah
dengan direktur ataupun karyawan swasta yang gajinya berjuta-juta. Yah, apapun
dilakukan demi memenuhi panggilan hati sekaligus memenuhi kebutuhan diri.
Kalau seperti ini kenyataan di dunia kerja
pelan-pelan akan menyadarkan seorang guru bahwa idealisme di kampus tidak bisa
mutlak diberlakukan. Misalkan rencana pembelajaran yang dibuat begitu sempurna
ketika di kampus, tidak akan berlaku ketika diterapkan di sekolah. Beberapa
faktor penyebabnya karena sarana prasarana yang tidak mendukung, ataupun godaan
bertindak curang karena idealisme tidak sebanding dengan upah yang diterima.
Bila ditanya apa keinginan guru, pastinya
tidak muluk-muluk. Guru honorer tidak ingin gaji yang setara direktur utama
ataupun pejabat di istana negara. Mereka hanya ingin diakui sebagai tenaga
pendidik yang ikut menyumbang dalam misi mencerdaskan kehidupan bangsa. Kerja
kerasnya tak kalah dengan guru-guru yang bersertifikasi. Dedikasi untuk
membantu para siswa belajar tidak perlu dipertanyakan lagi. Bahkan dengan gaji
yang mungkin tak cukup untuk setengah bulan, semangatnya untuk mengajar dan
berbagi ilmu tidak berkurang. Kerja keras tetap dilakukan, meski upah tidak
berimbang.
Bila ada yang tidak setuju karena merasa tak
pantas bila seorang guru mengharapkan gaji yang besar, tentunya harus berpikir
ulang. Memang benar, guru adalah profesi yang begitu dekat dengan hati.
Ketulusan dan kasih sayang serta dedikasi yang tinggi mutlak perlu untuk
menyiapkan generasi-generasi hebat yang menjalankan roda-roda negara dan
kehidupan ini. Akan terlihat tidak etis dan terkesan materialistis bila guru
menuntut kenaikan gaji. Tapi bukankah kita juga wajib menghargai jasa-jasa
mereka? Caranya dengan lebih memikirkan kesejahteraannya. Karena bagaimana kita
mengharapkan hidup yang sejahtera, bila agen pencerdas kehidupan bangsa justru
hidup dalam duka derita?
Ya, tapi apapun
faktanya, menjadi guru tetaplah adalah hal yang mulia. Yang bertahan adalah
yang mampu melewati seleksi alam di awal karir keguruan. Patutlah kita berbangga dan berbahagia saat
ini jika kita berprofesi sebagai seorang
guru ataupun
calon guru, karena ada banyak manfaat
yang dapat kita berikan kepada anak didik kita sehingga nantinya mereka dapat menjadi generasi muda yang berguna dan
berprestasi di masa depan. Selain itu jadilah seorang guru yang bersikap dan
berakhlak baik karena kita adalah
sebagai suri tauladan di tengah masyarakat terlebih menjadi teladan bagi siswa
sehingga patutlah memberikan contoh yang baik kepada para siswa sehingga mereka
dapat mencontoh dan meneladaninya dikemudian hari.